Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Matematika dan Ketakterbatasan

Kompas.com - 15/05/2023, 21:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI DALAM film The Man Who Knew Infonity, maha matematikawan India, Srinivasa Ramanujam yang diperankan oleh Dev Patel dikisahkan sebagai manusia yang “knew” tentang apa yang disebut sebagai ketakterbatasan.

Kata “knew” siap ditafsirkan menjadi “kenal” namun juga “tahu”. Terhadap unsur matematikal di ambang metamatematika seperti infinitas perbedaan antara kenal dan tahu menjadi sangat krusial untuk dipedulikan.

Memang di kawasan matematika tersedia sebuah simbol bagi infinitas berupa angka delapan yang tidak berdiri tegak, namun berbaring.

Sama dengan nol yang berbentuk lingkaran pada hakikatnya angka delapan merupakan bentuk lingkaran yang dipelintir kemudian dibaringkan secara horisontal yang memang de facto tidak berujung dan tidak berpangkal alias tidak ada awal dan tidak ada akhir.

Sampai masa kini apa yang disebut sebagai ketakterbatasan masih sengit diperdebatkan oleh para filosof yang memang niscaya bahkan hukumnya wajib beda satu dengan lain-lainnya sebagai unsur matematikal atau unsur fisikal di samping bahkan juga masih dipolemikkan secara eksistensialistik mengenai sebenarnya ada atau tidak ada.

Di wilayah ilmu fisika memang sudah agak disepakati bahwa alam semesta ini bersifat tak terbatas meski di kawasan fisika partikel hadir keraguan tentang apakah ada partikel yang benar-benar partikel sejati dalam arti sudah tidak bisa dibelah lagi.

Secara subyektif saya lebih percaya kepada fenomena ketakterbatasan seperti yang visual terjadi apabila cermin dihadapkan dengan cermin di mana cerminan cermin yang dihadapkan dengan cermin secara tak terbatas terus menerus mengecil tanpa batas minimal.

Kesepakatan untuk tidak sepakat di semesta fisika tersebut merupakan dampak akibat di semesta matematika telah disepakati bahwa angka terbesar pada hakikatnya niscaya menjadi tidak terbesar apabila ditambah dengan angka satu, sementara angka terkecil masih bisa lebih kecil apabila dibagi dengan dua.

Kenapa dua? Karena angka terkecil apabila dibagi dengan satu, maka hasilnya sama dengan angka terkecil itu sendiri.

Namun sebenarnya angka dua sebagai pembagi itu masih bisa diperkecil lebih lanjut dengan menggunakan tanda.

Misalnya, angka satu koma satu sudah masih mampu membagi setiap angka menjadi lebih kecil ketimbang jika dibagi dua. Bahkan dengan satu koma nol satu bisa lebih kecil lagi.

Sementara makin besar angka pembagi yang kebesarannya tak terbatas itu, maka angka yang dibagi makin kecil juga kekecilannya serta merta tak terbatas.

Namun simsalabim mendadak proses mengecil itu berhenti tatkala angka pembagi adalah satu. Berarti di dalam ketakterbatasan ternyata ada pula misteri keterbatasan dan sebaliknya keterbatasan pada hakikatnya ternyata memiliki misteri ketakterbatasan.

Apabila ditanya kenapa bisa begitu, maka mohon dimaafkan bahwa sebaiknya pertanyaan itu kurang layak jika diajukan ke seorang awam matematika seperti saya.

Lebih layak pertanyaan jenis “kenapa” diajukan ke seorang maha matematikawan supra jenius seperti Srinavasa Ramanujam.

Kembali ke film tentang Ramanujam berjudul “The Man Who Knew Infinity” dapat disimpulkan bahwa sang maha matematikawan super jenius itu pastinya “knew infinity” terbatas sebagai semantika matematika belaka.

Tampaknya Srinivasa Ramanujam yang memang hiper cerdas itu pasti cukup cerdas dalam makna bijak dan arif untuk tidak sedemikian bersikap tidak cerdas sehingga sudi melibatkan diri ke dalam perdebatan mubazir sebab tanpa batas mengenai apa yang disebut sebagai ketakterbatasan itu sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com