Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Perilaku Aparat di Ruang Publik dan Peran Media Sosial

Kompas.com - 26/04/2023, 14:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT ini perilaku serta gerak-gerik aparatur pemerintah boleh jadi tidak luput dari sorotan gawai publik. Seiring perkembangan teknologi informasi yang pesat, media sosial mengambil peran dalam mengabarkan dan mengadovaksi kepentingan publik.

Atas dasar itu, relasi antara warga, aparatur dan institusi pemerintah berkembang dinamis, tidak statis atau linier seperti di masa lalu. Laporan peristiwa tak elok yang viral yang melibatkan aparatur pemerintah datang silih berganti, bertumpuk menjadi persepi negatif dan reputasi buruk.

Terbukalah kasus flexing pejabat pajak yang di awali perilaku kenakalan putranya, kemudian unggahan tiktoker yang kritis terhadap kondisi infrastruktur di Provinsi Lampung, keterlambatan pelaksanaan Salat Idul Fitri yang disebabkan keterlambatan Wali Kota Jambi dan Gubernur Sumatra Selatan.

Ada lagi peneliti BRIN melakukan ancaman terhadap warga Muhammadiyah. Kasus terkini, aksi aparat TNI menendang sepeda motor seorang ibu yang sedang membonceng anak.

Baca juga: Viral Curhatan Warganet Soal Gubernur Sumsel Datang Shalat Id Terlambat, Ribuan Warga Palembang Menunggu Berjam-jam

Sangat mungkin peristiwa seperti beberapa kasus di atas pernah terjadi di masa lalu. Namun karena belum ada sarana informasi dan media sosial seperti saat ini, maka informasi menjadi lebih terbatas dan relatif mudah dikendalikan.

Kini kasus personal aparat tidak bisa dilepaskan di mana mereka berada, hingga pada akhirnya memaksa institusi mengambil peran dalam penyelesaian masalah.

Atas kondisi tersebut, bentuk respon beragam dari setiap institusi, mulai dari sanksi internal hingga memberikan klarifikasi kepada pihak eksternal.

Media sosial telah memainkan peran penting dalam melakukan fungsi kontrol terhadap  aparatur pemerintah dan pembuatan kebijakan publik, bahkan dalam berapa sisi, berhasil mengalahkan peran lembaga formal seperti parlemen atau media massa.

Jika satu peristiwa sudah viral, aparatur pemerintah bisa di-‘rujak’ masal oleh warganet. Apalagi jika dalam prosesnya ada relasi kuasa superior dan inferior, situasi akan berkembang lebih dramatis, membetot perhatian publik (high exposure) dan bisa mendorong hadir kebijakan publik baru.

Contoh kebijakan yang hadir akibat isu yang berkembang adalah ketika Presiden Joko Widodo melarang kegiatan buka puasa bersama di kalangan pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) selama Ramadhan 1444 Hijriah. Salah satu alasannya, para pejabat pemerintah dan ASN sedang mendapat sorotan tajam dari masyarakat karena banyak oknum pejabat yang kerap pamer kekayaan dan hidup mewah.

Baca juga: Larangan Buka Puasa Bersama dan Harapan Jokowi agar ASN Berpola Hidup Sederhana

Kebijakan Partisipatif dan Komunikatif

Pembahasan tentang perubahan institusi pemerintah menjadi lebih modern dan adaptif sudah banyak dilakukan, termasuk perubahan perilaku aparatur. Namun dalam perjalanannya, masih menemui kendala karena ada tarik-menarik kepentingan aktor dan kesiapan sistem.

Sebaik apapun sistem dibuat, jika integritas dan etika pelayan publik orang yang menjalankannya rendah, sistem itu hanya akan menjadi fitur pelengkap, tidak pernah bisa diimplementasikan optimal.

Kebijakan publik merupakan bagian atau interaksi dari politik, ekonomi, sosial dan kultural. Salah satu implikasinya, kebijakan publik senantiasa berinteraksi dengan dinamika kondisi politik, ekonomi, sosial, dan kultural di mana kebijakan tersebut diimplementasikan (Nugroho, 2014).

Baca juga: Partisipatif Warganya, Bersih Kotanya...

Banyak aktor dari berbagai sektor dapat memengaruhi proses kebijakan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Dalam perkembangannya hubungan antara pemerintah dengan publik terjadi secara dinamis dan tidak statis.

Setidaknya ada tiga bentuk hubungan antara pemerintah dan publik. Pertama, Old Public Administration (OPA). Publik ditempatkan sebagai client yang bergantung (dependent/follower) pada pelayanan pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com