Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Tren Bikin Tahi Lalat ala Nagita Slavina, Adakah Bahayanya?

Kompas.com - 17/04/2023, 06:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, media sosial ramai dengan tren membuat tahi lalat di atas bibir seperti milik Nagita Slavina.

Tren ala Nagita ini salah satunya diunggah oleh akun Twitter ini, pada Jumat (14/4/2023).

Tampak dalam unggahan, warganet melampirkan sebuah tangkapan layar video pembuatan tahi lalat kecil di atas bibir sebelah kanan.

"Tahi lalat ala2 mama gigi," tertulis dalam tangkapan layar.

Melihat hal itu, pengunggah pun menanyakan proses pembuatan tahi lalat di wajah.

"Guys ada yg udah pernah tato tahi lalat look mama gigi? Sakit ga? Maju mundur ni huhu," kata pengunggah.

Menarik perhatian pengguna Twitter, unggahan ini telah menuai lebih dari 705.000 tayangan dan 1.440 suka hingga senin (17/4/2023) pagi.

Lantas, bagaimana proses pembuatan tahi lalat dan apakah tahi lalat buatan berbahaya?

Baca juga: Kenali Perbedaan Tahi Lalat Normal dan Tahi Lalat Gejala Melanoma


Mirip sulam alis dan bibir

Dikutip dari Healthline, tahi lalat atau nevus adalah bintik atau tonjolan berwarna coklat kehitaman yang muncul pada kulit dan umumnya tidak berbahaya.

Tahi lalat sangat umum terjadi, dan bahkan kebanyakan orang memiliki sekitar 10 hingga 40 buah di seluruh tubuh.

Dosen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman dr Ismiralda Oke Putranti mengatakan, pembuatan tahi lalat masuk dalam kategori tato atau tattoo.

Dokter yang kerap disapa Oke ini menjelaskan, tahi lalat buatan diciptakan dengan cara memasukkan pigmen atau zat warna ke dalam kulit.

"Sama halnya dengan sulam alis atau sulam bibir," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Bahaya tahi lalat buatan

Menurut Oke, bahaya atau tidaknya pembuatan tahi lalat tergantung pada cara pengerjaannya dan respons imun atau kekebalan tubuh masing-masing orang.

Apabila pengerjaan tahi lalat dilakukan dengan steril, maka risiko komplikasi infeksi yang terjadi akan lebih minimal.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com