Oleh: Rangga Septio Wardana dan Brigitta Valencia Bellion
KOMPAS.com - Stereotip gender sering terjadi di tengah masyarakat. Pasalnya, stereotip mengenai keberadaan perempuan masih kental, misal anggapan perempuan hanya perlu mengurus rumah tangga, harus bisa masak, tidak perlu pendidikan tinggi dan narasi lainnya.
Ucapan tersebut mungkin tak hanya dilontarkan masyarakat, namun juga oleh anggota keluarga sendiri. Masyarakat patriarkis biasanya akan terus melihat dan menganggap bahwa perempuan hanya perlu mengikuti perkataan laki-laki.
Padahal, perempuan pun memiliki hak untuk menempuh pendidikan tinggi dan menentukan pilihan hidup. Hal ini pun dibahas dalam siniar Obsesif bertajuk “Dobrak Stereotype, Wanita Juga Bisa!” dengan tautan akses dik.si/ObsesifS8EP11.
Gerakan feminisme dan emansipasi wanita banyak dilakukan oleh perempuan di seluruh dunia untuk memudarkan stereotip gender yang muncul di tengah masyarakat. Hal ini juga dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender.
Baca juga: Kenapa Artis Korea Sulit Berkencan di Publik?
Gerakan ini dilatarbelakangi oleh kesadaran moral kaum perempuan untuk keluar dari lingkungan patriarki, sehingga diharapkan dapat mengakhiri penindasan atau marginalisasi terhadap perempuan. Namun, apa yang dimaksud dengan patriarki?
Patriarki merupakan sistem sosial dengan keadaan pria lebih dominan dari perempuan dalam hal otoritas, partisipasi sosial, politik, kedudukan, dan lainnya.
Alfian Rokhmansyah dalam bukunya yang berjudul Pengantar Gender dan Feminisme (2013) mengatakan bahwa patriarki berasal dari kata “patriarkat”, yaitu struktur yang menempatkan laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan lainnya.
Dalam sistem sosial masyarakat, patriarki memicu kesenjangan gender, bahkan masalah sosial lainnya yang memengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia.
Misal, pemikiran bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi, mereka beranggapan perempuan pada akhirnya hanya hidup sebagai seorang istri yang mengurus rumah tangga dan bekerja di dapur.
Mengutip The Evolution of Human Sociality (2001) karya Sanderson dan Stephen K, patriarki adalah hasil konstruksi sosiologis yang diturunkan dari generasi ke generasi. Konstruksi sosial tersebut kemudian membentuk peranan gender yang menjadi budaya.
Dalam buku yang berjudul Perempuan, Masyarakat Patriarki dan Kesetaraan Gender karya Lusia Palulungan, dkk., menjelaskan bahwa dalam sebuah sistem budaya dan sosial, sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki persepsi bahwa perempuan hanya berfungsi untuk fungsi reproduktif saja.
Dalam persepsi tersebut, perempuan dianggap hanya bisa berada di rumah untuk melanjutkan keturunan, mengasuh anak, dan mengerjakan pekerjaan rumah yang dipersepsikan sebagai pekerjaan spesifik khusus perempuan.
Sedangkan, laki-laki dipersepsikan dan ditempatkan memiliki fungsi reproduktif, tulang punggung keluarga, pencari naskah, bertanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan rumah tangga
Baca juga: 5 Rumah Sakit Jiwa yang Menyeramkan di Dunia
Hal tersebut yang menjadi penyebab laki-laki menyandang status sebagai bapak dalam keluarga yang tak jarang menjadi penguasa atau pemilik wewenang dalam keluarga.