Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sapto Waluyo
Dosen

Sosiolog dan Pendiri Center for Indonesia Reform (CIR)

Mak-Emak Pengajian dan Pemuda Berkendara Rubicon: Pergeseran Kelas Sosial di Indonesia

Kompas.com - 28/02/2023, 11:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMUNITAS ibu-ibu pengajian menjadi sorotan karena komentar Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri. Megawati mengemukakan komentarnya dalam acara Kick Off Meeting Pancasila dalam Tindakan bertema “Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasinya” pada 16 Februari 2023.

Ketika itu Megawati mengatakan, “Saya lihat ibu-ibu tuh ya, maaf ya, sekarang kan kayaknya budayanya, beribu maaf, jangan lagi nanti saya di-bully, kenapa toh senang banget ngikut pengajian. Iya lho, maaf beribu maaf. Saya sampai mikir gitu, ini pengajian ki sampai kapan to yo, anakke arep diapake (anaknya mau diapakan)?”

Baca juga: Megawati Dilaporkan ke Komnas Perempuan soal Ibu-ibu Pengajian, FX Rudy: Tak Ada Kesan Melecehkan

Megawati yang juga Ketua Dewan Pengarah BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) sebenarnya tidak bermaksud menghujat perilaku ibu-ibu pengajian, apalagi tradisi keagamaan tertentu. Tetapi karena keterbatasan keterampilan berbahasa, timbul mispersepsi yang menyulut kontroversi.

Persoalan Mengurus Keluarga dan Mendidik Anak

Menurut Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, pernyataan Megawati harus dilihat secara menyeluruh, dengan konteks keterlibatan ibu-ibu dalam pendidikan anak. Untuk itu, Megawati menyampaikan permintaan khusus kepada Menteri Sosial, Tri Rismaharini, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Puspayogo, agar memperhatikan manajemen rumah tangga demi mencegah stunting dan masalah sosial lainnya.

Kontroversi sudah terlanjur merebak dan mendapat respon yang luas di tengah masyarakat. Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta melaporkan Megawati ke Komnas Perempuan RI karena ucapannya dinilai merupakan pelabelan dan penghakiman (stigma) negatif terhadap kelompok masyarakat (ibu-ibu pengajian).

Wakil Menteri Agama, KH Zainut Tauhid Sa’adi, turut berkomentar bahwa kritik Megawati harus dipandang sebagai bahan evaluasi supaya ibu-ibu lebih bisa mengatur waktu antara kegiatan agama (pengajian) dengan tugas mendidik dan merawat anak-anak.

Namun Ketua MUI Pusat Bidang Ukhuwah dan Dakwah, KH Muhammad Cholil Nafis, ingin mengajak berdiskusi bahwa kegiatan ibu-ibu yang menyita waktu itu karena bekerja atau sosialita. Sementara pengajian, dipandang Kiai berlatar NU tersebut, justru mendapat tambahan ilmu agama yang mengajarkan pendidikan anak dan sebagai sarana silaturahim di tengah kepenatan mengurus rumah tangga.

Argumentasi Kiai Cholil Nafis itu menarik, karena memperlihatkan perilaku yang berbeda di antara kelompok perempuan: ada ibu-ibu pengajian, pekerja perempuan atau sosialita perempuan yang eksis di media sosial dan pertemuan eksklusif (kelas atas). Mana di antara kelompok perempuan itu yang berdampak terhadap pengelolaan rumah tangga dan akhirnya memicu masalah sosial?

Tidak mudah menjawabnya. Namun sebagai Pengarah BRIN, Megawati bisa memerintahkan peneliti bidang sosial humaniora untuk mencari akar masalah. Atau, kalau Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P benar-benar serius ingin memecahkan masalah sosial, perintahkan kadernya yang menjadi Mensos dan Menteri PPPA agar merumuskan kebijakan efektif dan terpadu mencegah stunting dan kekerasan sosial, sehingga tidak muncul argumentasi misleading atau asumsi yang tidak berdasar.

Sementara itu, berkaitan dengan isu kekerasan, muncul gejala yang mengkhawatirkan di kalangan remaja atau pemuda yang mudah marah dan melampiaskan emosinya dalam bentuk perilaku agresif yang mengancam nyawa orang lain. Peristiwa terkini adalah seorang pemuda bernama Mario (20 tahun) yang menganiaya David (17 tahun) hingga koma.

Baca juga: Kasus Mario Dandy Buka Tabir Pajak, Keluarga Alumni UGM Tuntut Kemenkeu Reformasi Struktural Ditjen Pajak

Pasalnya, pacar Mario (yaitu A) konon dilecehkan oleh David (A mantan pacar David). Dalam pemeriksaan kemudian terungkap bahwa bukan A yang mengadu kepada Mario, tapi ada kawan perempuan lain (inisial APA) dan kawan Mario bernama Lukas yang turut memprovokasi.

Tidak hanya menculik dan menganiaya David secara keroyokan, kawan Mario juga merekam aksi agresif yang mengerikan itu dan akhirnya tersebar lewat kanal media sosial. Kengerian mencekam publik: apakah sebrutal itu perilaku anak muda Indonesia?

Identifikasi sosial dilakukan Mario secara vulgar lewat akun medsosnya: suka mengendarai mobil mewah Rubicon (harga Rp 2 miliar) dan motor gede Harley Davidson (harga Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar).

Kemudian terungkap ayah Mario adalah Rafael Alun Trisambodo, bekerja sebagai pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI. Posisinya sebagai Kepala Bagian Umum Ditjen Pajak Kemenkeu untuk Kanwil Jakarta Selatan II.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2019, sebagai pejabat eselon III di DJP, Rafael mendapat penghasilan bersih (take home pay) sekitar Rp 45 – 51 juta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Tren
Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Tren
Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Tren
Cerita Rombongan Siswa SD 'Study Tour' Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Cerita Rombongan Siswa SD "Study Tour" Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Tren
Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena 'Salah Asuhan', Ini Kata Ahli

Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena "Salah Asuhan", Ini Kata Ahli

Tren
Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Tren
Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Tren
Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Tren
Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Tren
Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com