Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahsani Taqwim A
Dosen

Dosen Kajian Televisi, Radio dan Media Baru di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pakuan

Memilih "Child Free" di Ruang Publik Digital yang Dipenuhi Kemarahan

Kompas.com - 20/02/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Aku yang umur 24 kalah sama ka Git pdhl udah 30 (emoji crying face) awet muda banget si (emoji face with starry eyes)," komentar pengikut Gitasav.

"Not having kids is indeed natural anti aging. You can sleep for 8 hour every day, no stress hearing kids screaming. And when you finally got wrinkles, you have the money to pay for botox (emoji face with tears of joy)," jawab Gitasav.

PERCAKAPAN di kolom komentar Instagram tersebut memicu percakapan panjang dan cukup padat di media sosial hingga media konvensional.

Percakapan tersebut menjadikan nama Gitasav trending topik (lagi) di Twitter, menjadi topik bahasan di YouTube, menjadi bahan konten di TikTok, hingga bahan diskusi di podcast. Ciri media era digital yang mampu menghadirkan ruang publik baru.

Pernyataan Gita Savitri–Youtuber asal Indonesia domisili di Jerman–tentang child free kembali menuai banyak komentar, baik yang mendukung ataupun menentang.

Beberapa tahun silam, Gita Savitri Devi dan Suami memutuskan dan mengumumkan ke publik melalui platform media sosial mereka bahwa dalam hubungan pernikahan, keduanya berencana untuk tidak memiliki anak (child free).

Hal tersebut mengundang banyak hujatan dengan argumen yang bermacam-macam landasan, meski paling banyak argumen berlandaskan agama dan budaya.

Karena munculnya komentar di atas, keriuhan tentang childfree kembali menjadi pembahasan.

Lebih jauh, banyak anggapan bahwa Gitasav seolah mengampanyekan childfree dengan mengaitkan awet muda perempuan karena tidak memiliki anak.

Gitasav tidak perlu repot-repot menjelaskan kebenarannya, sebab akan banyak pengguna media sosial, hingga media online juga dengan cepat memberikan penjelasan argumen tersebut dengan didukung data penelitian.

Komentar Gitasav tentang childfree dan awet muda di atas kemudian menggulung dan menunjukkan kembali ciri khas warga internet di Indonesia.

Platform media sosial kita seakan harus tetap ramai dengan berbagai isu yang ada. Percakapan di media sosia tentang suatu isu di Indonesia bukan berhenti karena benar selesai, namun berhenti dibicarakan karena teralihkan oleh isu lain yang lebih ramai dan lebih baru.

Di luar segunung efek buruk yang dihasilkan, apakah ada harapan yang menunjukkan keterlibatan warga internet dalam diskusi di ruang publik digital.

Jessica Reyman dan Erika Sparby (2019) dalam artikel berjudul Toward an Ethic of Responsibility in Digital Aggression, menjelaskan bahwa serangan yang ditujukan kepada seseorang di media digital saat ini tersebar, meluas, anonim dan tanpa akhir serta tanpa penyelesaian yang jelas.

Hal ini merupakan salah satu masalah etika paling mendesak yang perlu diperhatikan dalam humaniora digital.

Sedangkan Teun van Dijk, bapak analisis wacana kritis, sejak awal menyatakan bahwa kekerasan bukan hanya terjadi di dunia nyata dan dilakukan dalam tindakan. Bahasa di media sosial melalui komentar bisa menjadi bentuk kekerasan.

Ruang publik (digital)

Ruang publik merupakan teori klasik yang diperkenalkan oleh filsuf Jerman, Jurgen Habermas dalam bukunya, The Structural Transformation of the Public Sphere pada 1962 dan terus menerima kritik demi upaya mematangkan konsep tersebut hingga 1970-an.

Khususnya kritik tentang tidak tersedianya ruang bagi kelas pekerja, perempuan, dan ras minoritas dalam ruang diskusi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com