KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada akhir Desember 2022.
Perppu ini sekaligus menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam Perppu Cipta Kerja, memuat aturan baru tentang penetapan upah minimum.
Berdasarkan Pasal 88F, dikatakan bahwa pemerintah dapat mengganti formula penghitungan upah dalam kondisi tertentu.
"Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat 2," bunyi pasal tersebut.
Dalam Pasal 88D, disebutkan bahwa upah minimum dihitung menggunakan formula penghitungan upah minimum.
Baca juga: Kontras Nilai Alasan Mendesak Penerbitan Perppu Cipta Kerja Tidak Relevan
Formula ini mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu, seperti bunyi ayat (2).
Sementara Pasal 90A, dikatakan bahwa upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja di perusahaan.
Selanjutnya, pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, bunyi Pasal 92.
Struktur dan skala upah itu digunakan sebagai pedoman pengusaha untuk menetapkan upah pekerja yang memiliki masa kerja satu tahun atau lebih.
Dalam Pasal 92A, disebutkan bahwa pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
Untuk komponen upah, terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap.
Rinciannya, upah pokok minimal 75 persen dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja: Pengusaha Dilarang PHK Buruh yang Hamil atau Jadi Anggota Serikat
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Perppu ini diharapkan memberi kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Menurutnya, putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat telah memengaruhi perilaku dunia usaha dalam dan luar negeri yang menunggu keberlanjutan UU tersebut.
Karena itu, pemerintah menilai perlu ada kepastian hukum dari UU tersebut karena pemerintah mengatur bahwa defisit anggaran tahun depan sudah tidak boleh lebih dari 3 persen dan menargetkan investasi sebesar Rp 1.400 trilun.
Ia menambahkan, Perppu Cipta Kerja juga mendesak untuk dikeluarkan karena Indonesia dan semua negara tengah menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.
"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Jumat (30/12/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.