Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Saksi Mahkota, Saat Terdakwa Jadi Saksi dalam Perkara Terdakwa Lain

Kompas.com - 20/10/2022, 16:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Seorang tersangka atau terdakwa bisa menjadi saksi untuk perkara terdakwa lain dalam kasus tindak pidana yang sama.

Tersangka atau terdakwa yang berperan menjadi saksi tersebut dikenal sebagai saksi mahkota.

Menurut Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

Keterangan saksi menjadi salah satu dari lima alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP.

Namun demikian, istilah saksi mahkota tidak dijelaskan dalam KUHAP.

Definisi saksi mahkota sendiri terdapat pada penggalan alasan pemohon kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2437 K/Pid.Sus/2011.

Baca juga: Alat Bukti Pidana


Pengertian saksi mahkota

Jaksa Penuntut Umum sebagai pemohon kasasi dalam Putusan MA tersebut menuliskan, saksi mahkota (kroongetuige) adalah saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau terdakwa lain yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana.

Penyematan mahkota kepada saksi ini dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya, diberikan tuntutan yang sangat ringan, atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Loebby Loqman menjelaskan, saksi mahkota adalah kesaksian sesama terdakwa.

Biasanya, kesaksian ini terjadi dalam peristiwa tindak pidana penyertaan.

Adapun dilansir dari Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum (2019), penyertaan atau deelneming merupakan peristiwa yang melibatkan orang-orang, sehingga melahirkan suatu tindak pidana.

Penyertaan ini diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca juga: Mengapa Pengacara Tetap Membela Orang yang Salah?

Penggunaan saksi mahkota

Dikutip dari Lex Jurnalica (2015), penentuan tersangka atau terdakwa menjadi saksi mahkota adalah kewenangan Jaksa Penuntut Umum.

Kendati demikian, berkas perkara dan persidangan terdakwa satu dengan lainnya harus terpisah, sehingga dapat menjadi saksi dalam perkara terdakwa lain.

Pada praktiknya, penggunaan saksi mahkota bertentangan dengan larangan self incrimination atau mendakwa diri sendiri.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com