Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Cegah Pernikahan Dini dengan Ciptakan Rasa Aman Dalam Keluarga

Kompas.com - 04/07/2022, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SALAH satu masalah demografi yang dihadapi Indonesia adalah tingginya angka pernikahan dini. Persoalan ini memiliki banyak akar masalah yang sulit diurai satu per satu. Padahal dengan tingginya angka pernikahan dini, setumpuk masalah siap menghadang seperti masalah kesehatan, masalah sosial, dan masalah ekonomi.

Di pemerintahan, masalah pernikahan dini jadi garapan bersama sejumlah instansi. Kementerian Agama (Kemenag) berusaha mencegah dengan menaikkan izin batas usia pernikahan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berusaha mencegah dengan menginformasikan bahaya kesehatan yang ditimbulkan dari pernikahan dini. Begitu juga dengan instansi-instansi lain.

Baca juga: Dalam Setahun, Persentase Pernikahan Dini di Jatim Meningkat, Ini Sebabnya

Berbagai upaya pencegahan tetap saja tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Bahkan, akibat larangan pernikahan dini malah muncul fenomena lain, hubungan seks di luar nikah. Fenomena ini tentu saja semakin menambah persoalan. Mengapa? Karena pelakunya tidak hanya anak-anak di bawah umur tapi juga orang dewasa yang seharusnya menjadi pelindung mereka.

Lalu apa solusinya? Digerebek? Diarak beramai-ramai keliling kampung? Tidak, tentu saja bukan itu caranya!

Kita harus mencari solusi dari akar permasalahannya. Selama ini berbagai larangan, berbagai pencegahan, berbagai intimidasi tidak berhasil menanggulangi masalah tersebut. Para pelaku pernikahan dini atau seks bebas tidak peduli dengan semua aturan pencegahan. Tidak peduli dengan hukum dosa dan siksa. Tidak peduli dengan akibat-akibat yang timbul akibat perilakunya. Batas usia, bisa didispensasi. Dosa dan siksa itu urusan nanti, sesudah mati. Penyakit, masih banyak dokter yang bisa dan mau mengobati.

Jadi masalahnya apa? Pemahaman seks. Pemahaman tentang seks yang selama ini kurang. Bahkan pendidikan seks pun dianggap tabu. Dalam terminologi Kemenkes, pendidikan seks diganti menjadi kesehatan reproduksi. Semakin jauh dari solusi pencegahan pernikahan dini.

Pahami para pelaku pernikahan dini sebagai seseorang yang tengah menghadapi masalah. Pahami para pelaku seks bebas sebagai seorang yang bermasalah. Pahami para pelaku seks menyimpang sebagai penyandang masalah. Jangan melakukan justifikasi, jangan melakukan penghakiman. Pahami masalahnya, temukan solusinya.

Ekspresi gen

Masalahnya ternyata merupakan ekspresi gen. Iya gen! Gen yang merupakan dasar kehidupan. Setiap entitas yang disebut mahluk hidup memiliki apa yang disebut gen. Salah satu sifat gen adalah survival, mempertahankan diri.

Semua yang terlihat sebagai perilaku dan penampilan mahluk hidup adalah ekspresi gen. Gen yang berusaha survive, mempertahankan diri dari situasi yang mengancam eksistensinya.

Richard Dawkins mengemukakan teori tentang gen egois. Organisme atau mahluk hidup adalah kendaraan bagi gen. Apa yang dilakukan mahluk hidup, mulai dari virus hingga manusia diatur gen. Gen yang berusaha mempertahankan eksistensinya. Ketika gen merasa terancam, gen akan mendorong organisme atau mahluk hidup untuk mempertahankan eksistensinya.

Caranya dengan bereplikasi, menggandakan diri. Ini yang seharusnya dipahami tentang fungsi seks. Seks adalah upaya gen untuk bereplikasi. Untuk mempertahankan dirinya yang merasa terancam.

Baca juga: Komnas HAM-Perwakilan PBB Bertemu, Sorot Gizi Buruk Asmat hingga Nikah Dini

Seseorang melakukan aktivitas seksual adalah mereka yang merasa dirinya terancam. Merasakan ketakutan akan hilangnya eksistensi diri, merasa takut, merasa terancam. Itu kuncinya.

Hal ini sangat terlihat dari latar belakang para pelaku pernikahan dini. Umumnya mereka berasal dari kalangan ekonomi lemah. Mereka yang merasa terancam secara ekonomi dan sosial. Begitu juga dengan para pelaku seks bebas. Umumnya berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Kurang rasa saling menghargai di antara anggota keluarga. Hingga timbul rasa takut, rasa terancam, rasa terintimidasi di dalam keluarga.

Perasaan yang coba diatasi dengan menghindar dari sumber ketakutan. Lari menjauh dari sumber ketakutan.  Berharap mendapatkan rasa aman di luar sumber ketakutannya, di luar keluarganya. Sederhana ternyata. Rasa takut adalah penyebabnya.

Ciptakan rasa aman dalam keluarga

Karena itu, solusi untuk mencegah pernikahan dini atau seks bebas adalah rasa aman di dalam keluarga. Ciptakan rasa saling menghormati dan menghargai di antara anggota keluarga. Tidak saling mengecam, tidak saling melemahkan di antara anggota keluarga tetapi justru saling menghormati, saling menghargai, saling menguatkan di antara semua anggota keluarga.

Hal itu akan menghilangkan rasa takut, rasa terancam, rasa terintimidasi. Hingga akhirnya upaya survival oleh individu tidak diperlukan. Istri tidak selingkuh karena suami menghargai, menghormati dan menguatkan kala menghadapi masalah. Suami juga tidak selingkuh karena dihormati, dihargai, dan dikuatkan isteri. Anak tidak ingin mencari keamanan dan kenyamanan di luar rumah karena semuanya sudah didapatkan di dalam rumah.

Orang dewasa tidak perlu hubungan seks dengan anak di bawah umur karena telah dihargai sebagai orang dewasa. Semuanya dari rasa aman. Rasa yang harus secara mandiri ditumbuhkan masing-masing pribadi. Rasa yang mencegah tindakan survival gen yang tidak perlu. Rasa yang bisa dimunculkan dan dilatih oleh masing-masing individu.

Namun, jangan membuat orang tua terlalu berupaya melindungi anak. Upaya yang terlalu melindungi malah membuat anak terlena. Enggan untuk pergi dari lingkungan keluarga. Tidak memiliki rasa percaya diri. Akibatnya tentu saja enggan untuk melangsungkan pernikahan. Selalu meragukan kelayakan dirinya sendiri.

Ajari anak untuk mandiri dan percaya diri. Tumbuhkan rasa aman dalam keluarga. Saling menghormati, saling menghargai. Maka semuanya akan baik-baik saja. Inilah yang disebut ketahanan keluarga, sebagai dasar ketahanan masyarakat dan negara. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com