Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum UGM: Pelaku Klitih di Bawah Umur Bisa Dipidana

Kompas.com - 06/04/2022, 17:45 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, isu klitih di Yogyakarta kembali ramai diperbincangkan di media sosial.

Ini berkaitan dengan insiden yang menewaskan Daffa Adziin Albasith (18), seorang anak anggota DPRD Kebuman Madkhan Anis.

Diketahui, Daffa bersama saat itu bersama teman-temannya mencari makan sahur pada Minggu (3/4/2022) pukul 02.00 WIB.

Sempat diduga akibat klitih, polisi kemudian mengklarifikasinya sebagai korban tawuran, karena ada proses ketersinggungan dua kelompok.

Terlepas dari itu, persoalan klitih di Yogyakarta telah ada dalam beberapa tahun terakhir dan memakan sejumlah korban.

Publik menilai, penanganan klitih terhambat karena pelaku masih di bawah umur, sehingga tak bisa dipidana.

Lantas, bisakah para pelaku klitih yang masih di bawah umur ini dipidana?

Baca juga: Diduga Klitih di Yogyakarta Aniaya Anak DPRD Kebumen hingga Tewas, Mengapa Klitih Masih Saja Terjadi?

Penjelasan pakar hukum

Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, SH., M.Hum., mengatakan, para pelaku klitih yang masih di bawah umur sangat mungkin untuk dipinda.

Menurutnya, hukuman untuk anak-anak di bawah 18 tahun dalam Undang-Undang Peradilan Anak memang dapat dilakukan diversi.

"Artinya, kalau dapat dilakukan diversi, itu bisa juga tidak dilakukan diversi, tergantung pada sifat berbahayanya perbuatan atau kepentingan hukum yang ingin dilindungi," kata Marcus, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Sebagai informasi, diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Karena itu, Marcus selalu menegaskan bahwa tidak semua kejahatan yang dilakukan oleh anak harus diversi.

Baca juga: Klitih di Yogya Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen, Apa Itu Klitih?

Ia juga setuju dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X yang meminta aparat hukum untuk mengusut dan menindak pelaku kejahatan jalanan yang melibatkan anak-anak.

Marcus menjelaskan, keputusan diversi ini bergantung pada aparat penegak hukum.

Proses diversi bisa dilakukan apabila pelanggaran yang dilakukan hanya sekadar kenakalan.

Akan tetapi, jika kepentingan hukum yang harus dilindungi atau sifat pelanggarannya berat, maka penegak hukum harus membawanya ke pengadilan.

"Misalnya, ada rombongan anak-anak muda melakukan perkosaan terhadap seorang perempuan, yang melakukan lebih dari 2 orang pelakunya. Apakah perkara yang semacam itu bisa dilakukan diversi?" jelas dia.

"Menurut saya tidak. Perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak ini sudah melampaui usianya dan berbahaya. Akan sangat berbahaya kalau hanya dilakukan diversi dan tidak dibawa ke pengadilan," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Tren
BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

Tren
Mengulik Racunomologi

Mengulik Racunomologi

Tren
Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Tren
Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com