RAMADHAN sudah hadir lagi. Utang puasamu di tahun-tahun lalu sudah lunas?
Selama masih ada utang puasa, sekalipun Ramadhan sudah datang lagi, kewajiban untuk membayarnya tetap harus ditunaikan.
Meskipun, sebagian ulama berpendapat bahwa puasa Ramadhan yang ditinggalkan tanpa alasan yang diperbolehkan agama tidak membutuhkan qadha. Laiknya ibadah lain yang ditinggalkan juga tanpa alasan, yang bisa dilakukan adalah taubat.
Namun, ulama kontemporer seperti Ahmad Bahauddin Nursalim yang jamak dipanggil Gus Baha kerap kali melontarkan bahwa taubat juga butuh usaha untuk membuktikan kesungguhan penyesalan. Salah satu wujudnya adalah meng-qadha ibadah yang ditinggalkan, bahkan untuk shalat lima waktu sekalipun.
Berbicara utang puasa Ramadhan dan penggantian (qadha) puasa tersebut, ada pula terminologi fidyah. Terminologi ini sejatinya tidak hanya terkait utang puasa Ramadhan, tetapi menjadi salah satu yang muncul juga bila utang puasa Ramadhan tak kunjung terbayar hingga Ramadhan berikutnya tiba.
Empat imam yang mewakili empat mazhab punya panduan dan pendapat tentang utang puasa dan atau fidyah ini. Berikut ini rincian ringkasnya.
Utang puasa Ramadhan bisa dibayar di hari apa saja kecuali yang hari terlarang puasa seperti pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa utang puasa juga tidak bisa dilakukan sembari menjalani hari puasa selama Ramadhan. Kalau memaksakan qadha puasa Ramadhan di bulan Ramadhan berikutnya, Imam Hambali berpendapat kedua puasa itu malah tidak sah.
Qadha puasa Ramadhan yang dilakukan pada bulan Ramadhan menjadi tidak sah karena Ramadhan adalah bulan yang sudah dikhususkan untuk puasa, sehingga tidak boleh ada puasa lain yang dilakukan pada bulan itu selain puasa Ramadhan. Adapun puasa Ramadhan-nya menjadi tidak sah dalam hal itu karena cacat di niat.
Namun, Imam Hambali berpendapat bahwa qadha puasa Ramadhan pada bulan Ramadhan masih boleh dilakukan. Yang sah adalah puasa Ramadhan-nya. Artinya tetap punya utang puasa dari Ramadhan sebelumnya. Ini karena di mazhab Hambali, niat puasa tidak wajib dalam rukun puasa Ramadhan.
Imam Malik dan Safii menyatakan utang puasa juga tidak boleh dibarengkan dengan puasa nazar. Contoh puasa nazar adalah semisal berjanji setiap hari terakhir pada bulan Rajab akan berpuasa.
Adapun Imam Hambali dan Hanafi masih membolehkan utang puasa dijalankan di hari yang sebenarnya sudah dinazarkan untuk puasa.
Catatannya, Imam Hanafi menyebut puasa sebagai qadha puasa Ramadhan yang dilakukan pada hari yang menjadi nazar puasa tetap sah qadha puasa Ramadhan-nya. Namun, karena yang bersangkutan sudah membuat nazar puasa pada hari itu, puasa nazar-nya wajib diganti ke hari lain sekalipun tidak lagi tepat sesuai nazarnya.
Membayar utang puasa Ramadhan dianjurkan untuk disegerakan setiap kali Ramadhan usai. Bahkan, dianjurkan untuk melakukannya secara berurutan hari, bila utang puasanya lebih dari satu hari.
Meski demikian, menyegerakan membayar utang puasa sifatnya tidak wajib. Ini hanya menjadi wajib ketika Ramadhan berikutnya sudah menjelang.