Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Berita Duka Cita: Matinya Nurani di Musibah Erupsi Semeru

Kompas.com - 24/12/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kala hati nurani telah mati
Tak akan ada lagi rasa kasih mengasihi
Tak akan ada lagi rasa sayang menyayangi
Kala hati nurani telah mati
Semua yang diraih tak akan bermanfaat lagi
Karena ego telah menguasai diri
Karena hanya nafsu yang mengendalikan diri

Kala hati nurani telah mati
Apapun akan dilakoni
Untuk memenuhi segala hasrat diri
Meski itu salah dia tak perduli
Meski itu akan menyakiti
Dia tak akan menyadari

Segalanya akan dipungkiri
Meskipun kenyataan akan merintangi
Kala hati nurani telah mati
Tak akan lagi harga diri
Harga diri telah mati
Harga diri telah terkubur rapi

Penggalan puisi “Kala Hati Nurani Telah Mati” karya Aris Azwar ini sepertinya ditulis untuk merefleksikan aneka peristiwa yang terjadi di masyarakat kita.

Walau ditulis medio Februari 2008 silam, namun maknanya sangat konstektual dengan kejadian yang terjadi akhir-akhir ini di lokasi pengungsian korban musibah erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Betapa tidak, di saat korban erupsi Gunung Semeru masih berbalut duka karena ada sanak keluarganya masih hilang karena terkubur lumpur, menderita sakit karena luka bakar, hilangnya harta benda karena rumahnya rusak atau musnahnya tanah pertanian karena erupsi, tetapi ada pihak lain lain yang tega “menggadaikan” nuraninya.

Dengan alasan untuk kepentingan tayangan stripping sinetron “Terpaksa Menikahi Tuan Muda”, pengambilan gambar yang berlokasi di pengungsian di Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang mengundang keprihatinan dari berbagai kalangan.

Selain ada adegan para pemainnya seperti Christ Laurent, Alisia Rininta, Leo Cons dan Rebecca Tamara saling baku peluk di hadapan pengungsi anak-anak, ketidak etisan shooting di kala bencana masih terjadi adalah tidak mempertimbangkan kondisi psikologis para pengungsi.

Setelah mendapat kecaman berbagai kalangan, barulah pihak Verona Pictures yang menjadi rumah produksi sinetron tersebut mengajukan permohonan maaf, walau pihaknya tetap bersikukuh telah mengantungi izin dari Bupati Lumajang.

Seakan hendak menabalkan alasan penguatnya, pihak Verona Pictures menyebut tidak ada niat untuk memanfaatkan musibah demi kepentingan konten.

Kedatangan para pemain sinetron ke lokasi pengungsian adalah upaya untuk meringankan beban para korban erupsi Gunung Semeru.

Kebetulan alur cerita dari sinetron yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta itu berkisah tentang tokoh utamanya menjadi relawan aksi kemanusian (Kompas.com, 23/12/2021).

Memang terdengar absurb jika melihat pembelaan seperti ini, apalagi alasan awal dari rumah produksi Verona bahwa pengambilan gambar di lokasi pengungsian telah mengantongi izin dari Bupati Lumajang.

Nyatanya baik pihak bupati atau Komandan Satgas Semeru Kolonel (TNI) Irwan Subekti juga tidak pernah menerima pemberitahuan atau permintaan izin pengambilan gambar di lokasi pengungsian.

Apalagi kondisi Gunung Semeru masih belum stabil dan masih kerap mengeluarkan erupsi sehingga sewaktu-waktu bisa membahayakan warga yang ada di sekitar Gunung Semeru – termasuk awak pendukung sinetron “Terpaksa Menikahi Tuan Muda” yang tengah shooting di lokasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com