KOMPAS.com- PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merupakan satu-satunya perusahaan maskapai milik negara.
Maskapai nasional ini memiliki sejarah yang panjang dalam perjalanannya dulu hingga sebesar sekarang.
Namun belakangan, maskapai flag carrier ini sedang menghadapi sidang gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang bisa berujung status pailit.
Seperti apa sejarah dari Garuda Indonesia?
Baca juga: Baru Lolos dari My Indo Airlines, Garuda Indonesia Kembali Digugat PKPU
Peran Indonesian Airways pun berakhir setelah disepakatinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949.
Setibanya di Indonesia, semua pesawat dan fungsinya dikembalikan kepada AURI ke dalam formasi Dinas Angkutan Udara Militer.
Setelah menandatangani perjanjian KMB, Belanda dinyatakan wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), termasuk maskapai KLM II B (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij Inter-Insulair Bedrijf)
Adapun KLM-IIB merupakan anak usaha Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM) milik Belanda.
Baca juga: Profil Pelita Air, Maskapai Pengganti Andai Garuda Ditutup
Pada 21 Desember 1949, dilaksanakan perundingan lanjutan dari apa yang dihasilkan di KMB.
Pembicaraan antara pemerintah Indonesia dengan maskapai KLM itu mengenai rencana berdirinya sebuah maskapai nasional.
Presiden Soekarno memilih dan memutuskan "Garuda Indonesian Airways" (GIA) sebagai nama maskapai ini.
Dalam mempersiapkan kemampuan staf udara Indonesia, maka KLM bersedia menempatkan sementara stafnya untuk tetap bertugas sekaligus melatih para staf udara Indonesia.
Karena itulah pada masa peralihan ini Direktur Utama pertama GIA merupakan orang Belanda, Dr. E. Konijneburg. Armada pertama GIA pertama pun merupakan peninggalan KLM-IIB.
Baca juga: Simak, Ini 5 Layanan Check-In Garuda Indonesia yang Perlu Diketahui