KOMPAS.com - Arti Malioboro, sebuah pusat kota di Yogyakarta mungkin belum diketahui banyak orang. Simak penjelasan tentang arti dari Malioboro.
Sebelumnya, nama Malioboro kembali menjadi perbincangan publik setelah adanya keluhan wisatawan terkait harga pecel lele yang dinilainya mahal.
Wisatawan itu mengunggah video TikTok tentang pengalamannya membeli pecel lele di sebuah penjual di sekitar Malioboro. Saat membayar perempuan itu kaget karena harga pecel lele per porsinya dinilai mahal, yakni Rp 37.000 dengan rincian lele Rp 20.000, lalapan Rp 10.000 dan nasi putih Rp 7.000.
Video itu menjadi viral dan mengundang beragam reaksi dari publik. Pemkot Yogyakarta juga merespons dan mengancam akan menutup penjual yang memberikan harga mahal.
Paguyuban Lesehan Malam Malioboro pun angkat bicara tentang perkara itu. Ketua Paguyuban, Sukidi mengklarifikasi bahwa penjual pecel lele yang disebut mahal itu bukan PKL Malioboro, melainkan pedagang di luar kawasan itu. Bahkan Paguyuban mengancam akan menuntut balik wisatawan yang menuding PKL Malioboro menjual pecel lele mahal.
Baca juga: Penjual Pecel Lele Mahal Bukan PKL Malioboro, Paguyuban Ancam Gugat Wisatawan
Sementara itu pemerintah kecamatan setempat menelusuri penjual pecel lele yang dimaksud dan ternyata memang bukan PKL Malioboro, melainkan rumah makan yang berada di sekitar Malioboro. Namun rumah makan tersebut bukan berada di kawasan Malioboro sendiri.
Pasca-polemik harga pecel lele itu, nama Malioboro pun kembali populer. Warganet mencari tahu apa yang dimaksud atau arti Malioboro, apa saja yang dijual dan kapan kawasan itu buka dan tutup.
Malioboro merupakan salah satu kawasan wisata di pusat kota Yogyakarta. Dilansir dari laman arsipdanperustakaan.jogjakarta.go.id, Malioboro adalah salah satu dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta ke perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta.
Nama Malioboro diambil dari bahasa Sansakerta "Malyabhara" yang berarti karangan bunga. Namun ada juga beberapa ahli menyebut bahwa nama Malioboro berasal dari nama seorang kolonial Inggris bernama Marlborough yang pernah tinggal di Yogyakarta pada tahun 1811 - 1816 M.
Malioboro dibangun pada awal abad ke-19 dan didesain sebagai kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan. Malioboro sudah terkenal sejak era kolonial (1790-1945).
Malioboro menjadi daya tarik wisatawan karena merupakan area wisata kuliner dan belanja.
Kawasan itu menjadi tempat penjualan makanan khas Yogyakarta. Mulai pecel lele, gudeg Yogya hingga makanan lainnya.
Waktu yang tepat menikmati kuliner di kawasan Malioboro adalah pada malam hari. Di sana juga banyak pengamen yang antre untuk "konser" di hadapan para wisatawan yang menikmati kuliner khas Yogyakarta.
Selain kuliner, barang lain yang dijual di Malioboro adalah baju, batik, kerajinan, aksesoris serta pernak-pernik khas Yogyakarta yang biasa dijadikan sebagai oleh-oleh.
Menurut laman arsipdanperpustakaan.jogjakota.go.id, salah satu cara berbelanja di Malioboro adalah dengan proses tawar menawar. itu menjadi salah satu khas transaksi di sana.
Baca juga: Agar Tak Ada Wisatawan yang Dituntut, Pemkot Yogyakarta Ajak Pedagang Malioboro Diskusi
Wisatawan bisa mendapatkan harga terbaik dari hasil tawar menawar itu.
Saat pandemi, kawasan Malioboro mengalami pembatasan aktivitas, yakni hingga pukul 20.00 WIB. Kawasan ini sempat ditutup saat Malam Tahun Baru 2021 untuk mencegah penyebaran virus Covid-19.
Namun kini kawasan Malioboro sudah mulai dibuka, namun tidak sampai larut malam. Pengunjung juga tetap diwajibkan menerpakan protokol kesehatan ketika masuk kawasan Malioboro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.