KOMPAS.com - Perayaan tahun baru Imlek merupakan hari libur penting di China. Perayaan serupa juga dirasakan di Wuhan, tempat yang diduga pertama kali ditemukannya infeksi virus corona pada manusia.
Tahun lalu, Imlek dirayakan di tengah kekhawatiran awal kemunculan virus corona.
Imlek jadi ritual reuni tahunan keluarga yang berpengaruh pada miliaran perjalanan pulang dan pergi di China.
Tahun baru China juga biasa disebut sebagai Festival Musim Semi. Warga China mendapatkan libur tujuh hari menurut undang-undang, yang dimulai pada malam tahun baru, yaitu Kamis (11/2/2021).
Dilansir dari Aljazeera, Senin (9/2/2021), musim dingin telah membawa kebangkitan Covid-19 terbesar di China, dengan lebih dari 2.000 kasus baru dan dua kematian pada Januari.
Data Worldomaters, Rabu (10/2/2021) pukul 16.00, menunjukkan, total kasus di China sebanyak 89,734 kasus, sedangkan kasus aktif sebanyak 969 kasus.
Angka ini terbilang kecil dibandingkan dengan negara lain. Meski demikian, membuat khawatir para pejabat setempat.
Mereka membatasi perjalanan dan aktivitas untuk tahun baru Imlek. Biasanya, pekerja migran memanfaatkan libur untuk pulang dan berkumpul bersama keluarga. Hal ini berpengaruh pada jumlah perjalanan.
Melansir Bloomberg, karena pembatasan perjalanan, China memperkirakan, warganya melakukan 1,15 miliar perjalanan selama liburan tahun ini.
Jumlah perjalanan tersebut turun lebih dari 60 persen dari 2019 tepatnya pada liburan sebelum kasus Covid-19 pertama.
Pada 2020, jumlahnya lebih rendah 20 persen sejak lockdown pertama diberlakukan di pusat kota Wuhan tepat ketika liburan dimulai.
Baca juga: Hasil Penyelidikan WHO di Wuhan soal Asal-Usul Virus Corona
Pedagang ornamen tahun baru Imlek merasakan dampak dari pandemi. Salah satunya dirasakan oleh Gong Linhua.
Ia mengenang tahun-tahun sebelumnya, ketika tokonya penuh sesak dan jalanan dipenuhi dengan gerobak pedagang makanan dan kerumunan orang yang berdesak-desakan.
Kondisi ini membuatnya mempertimbangkan untuk pensiun jika ekonomi tidak membaik.