Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mengempanpapankan Mbok Wis Ben

Kompas.com - 03/01/2021, 09:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM menempuh perjalanan mempelajari makna kearifan filsafat Jawa, mahaguru kejawen saya, Darminto M Sudarmo sempat mengajak saya mencoba menghayati kearifan falsafah mbok wis ben (ya sudah biarkan saja).

Dengan kedangkalan daya pikir serta dengan sendirinya juga daya tafsir, saya memberanikan diri menarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya mbok wis ben sesanak-keluarga serta serumpun kearifan dengan ojo dumeh (jangan mentang-mentang), ngono yo ngono ning ojo ngono (begitu ya begitu tapi jangan begitu), adigang adigung (membanggakan kekuatan dan kebesarannya), mau pun wejangan Sri Rama kepada Wibisana ketika menggantikan Rahwana menjadi raja Alengkadiraja yang terkandung di dalam kearifan Hasta Brata.

Kandungan makna kerendahan hati mbok wis ben seiring-sejalan arah makna ajaran Yesus Kristus jangan menghakimi.

Ajaran jangan menghakimi diyakini ibunda saya sebagai pedoman hidup beliau sendiri demi menunaikan jihad al nafs, menaklukkan diri sendiri untuk tidak bicara buruk tentang orang lain.

Namun karena mbok wis ben lebih berdaya-guna sebagai kendali akhlak personal ketimbang sosial maka kita harus tetap eling lan waspodo (ingat dan waspada) dalam memedomani kearifan mbok wis ben.

Mbok wis ben juga tidak bisa begitu saja lepas dari kendali falsafah Jawa: empan papan (menempatkan sesuatu pada porsinya yang tepat) yang mengutamakan waktu, tempat serta sasaran secara tepat dan benar.

Pada hakikatnya pengejawantahan falsafah Jawa tidak bisa dijabarkan secara gebyah-uyah alias generalisasi semau gue ngawur belaka.

Kandungan unsur laissez fair permisifisme di dalam mbok wis ben rawan menjadi berbahaya apabila diwujudkan menjadi kenyataan sikap dan perilaku lepas kendali akhlak.

Berdasar penelitian kelirumologis yang dilakukan Pusat Studi Kelirumologi terhadap kearifan mbok wis ben dapat disimpulkan bahwa apabila pengejawantahan dilakukan secara rawe rawe rantas malang malang putung membabibutatuli maka alih-alih konstruktif malah ganas menjadi destruktif.

Sejarah telah membuktikan betapa dahsyat dampak mbok wis ben yang tidak ditatalaksana secara empan papan pada kepemimpinan Adolf Hitler, Joseph Stalin, Mao Zedong mem-mbok wis ben-kan pembantaian jutaan manusia berdasar keyakinan politis para tokoh pemimpin tak kenal ojo dumeh tersebut.

Kearifan mbok wis ben juga menjadi sangat amat tidak tepat apalagi benar andaikata diwujudkan sebagai sikap dan perilaku pembiaran apalagi pembenaran pelanggaran hukum, pelanggaran hak asasi manusia, penggusuran rakyat miskin dan masyarakat adat sebagai pelanggaran agenda pembangunan berkelanjutan demi tidak mengorbankan alam dan manusia atas nama pembangunan, pengingkaran janji kampanye para politisi setelah menang pemilu, dan perilaku korupsi.

Alih-alih mematuhi arahan pedoman adiluhur Pancasila, perilaku di atas malah ganas menggerogoti sendi-sendi peradaban adiluhur bangsa, negara dan rakyat Indonesia yang mendambakan masyarakat adil dan makmur hidup bersama di dalam sebuah negeri gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta rahardja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com