KOMPAS.com - Sebuah ledakan gas menghancurkan tambang batu bara milik Universal Colliery, di kota Senghenydd, Inggris pada 14 Oktober 1913, atau 107 tahun lalu.
Dilansir BBC, Jumat (14/10/2011), ledakan besar terjadi pukul 08.00 pagi pada hari Selasa, 14 Oktober 1913.
Kejadian ini disebut-sebut menjadi bencana pertambangan terburuk dalam sejarah Inggris. Sebab pabrik tersebut memiliki pekerja paling besar di daerah itu.
Dilaporkan BBC, Minggu (18/9/2011), bencana itu menewaskan 439 pria dan anak laki-laki yang bekerja di kota Senghenydd yang letaknya di sebelah utara Caerphilly.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 18 Tahun Tragedi Bom Bali I
Pada pagi itu hampir 950 orang bekerja di bawah tanah dan banyak dari mereka terbunuh atau terluka bahkan sebelum mereka tahu apa yang sedang terjadi.
Ledakan yang menyebabkan bencana tersebut diduga disebabkan oleh percikan listrik dari benda seperti peralatan sinyal listrik yang menyalakan gas metana. Ini kemudian dikenal dengan istilah fireamp.
Tak hanya itu, ledakan fireamp menyebabkan debu batu bara yang tergeletak di lantai tambang naik dan ini juga terbakar lalu meledak dalam suara gemuruh yang dahsyat.
Gelombang kejut segera menyebabkan lebih banyak debu batubara naik ke udara dan ini juga kemudian tersulut. Akibatnya, yang terjadi adalah serangkaian ledakan dengan bahan bakar sendiri.
Kebakaran menyebar melalui sebagian besar pekerjaan bawah tanah, dengan cepat diikuti oleh kelembaban setelahnya. Itu adalah gas yang dibentuk oleh ledakan, gelombang karbon monoksida.
Hal itu mengakibatkan para penambang yang lolos dari ledakan mati lemas karena kekurangan oksigen kecuali mereka dapat dengan cepat naik ke permukaan.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Badai Dahsyat Landa Karibia, 22.000 Orang Tewas
Tim penyelamat datang dari tempat-tempat seperti Crumlin dan Aberdare. Upaya untuk mengeluarkan orang-orang itu terhalang oleh puing-puing yang jatuh. Salah satu penyelamat terjebak di salah satu atap yang runtuh.
Para penyelamat berhasil menemukan pria dan anak lelaki yang masih hidup di reruntuhan. Namun, seiring waktu, korban yang selamat semakin sedikit.
Upaya penyelamatan berlangsung selama tiga minggu meskipun pada saat itu, peluang untuk menemukan seseorang yang hidup sudah makin kecil.
Beberapa mayat kondisinya mengenaskan, sehingga mereka hanya dapat diidentifikasi dengan pakaian tertentu yang mereka kenakan.
Salah satunya seorang pria yang dikenali dari sepatu yang dipakai untuk pertama kalinya hari itu.