Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelebihan dan Kekurangan UU Cipta Kerja dari Kacamata Pengamat Politik

Kompas.com - 10/10/2020, 10:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Aksi demonstrasi dilakukan di berbagai daerah usai omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang diinisiasi pemerintah disahkan DPR RI pada 5 Oktober 2020.

Konsep omnibus law yang baru saja disahkan ini sebenarnya bukan hal baru di negara lain, seperti Amerika Serikat. 

Mengutip Kompas.com, 18 Februari 2020, omnibus law berasal dari bahasa Latin, yaitu omnis yang berarti banyak.

Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapu jagat.

Terkait dengan omnibus law yang baru saja disahkan DPR, setidaknya 74 UU yang terdampak dari penerapan omnibus law

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja di Mana-mana, Apa Pelajaran untuk Pemerintah dan DPR?

Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati, berpendapat, omnibus law UU Cipta Kerja memiliki kelebihan dan kekurangan.

Menurut dia, salah satu kelebihan dari adanya omnibus law adalah adanya integrasi antara UU terkait yang kemudian bisa dibuat menjadi satu desain.

Mada mengatakan, sebetulnya kehadiran omnibus law di Indonesia terkait dengan visi dan misi Presiden Jokowi yang dipaparkan dalam debat Pilpres 2019.

Omnibus law Cipta Kerja diharapkan memangkas perizinan ataupun problem-problem yang selama ini ada dalam satu kebijakan.

Desain besarnya, semisal ada keinginan mempercepat investasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, hal itu bisa segera diakselerasi.

Baca juga: Jokowi: Jutaan Pekerja Bisa Perbaiki Kehidupan Lewat UU Cipta Kerja

Akan tetapi, menurut Mada, kekurangan omnibus law UU Cipta Kerja, yakni dibuat dengan proses yang sangat cepat dan tidak partisipatif.

“Akhirnya desain yang sudah jelas, bisa jadi akan sangat menguntungkan sebagian kecil kelompok saja, sehingga sangat sistematis,” ujar Made dihubungi Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

Menurut dia, hal ini bisa menjadi kerentanan tersendiri jika ada pengusaha maupun politisi yang memang memiliki kepentingan "nakal".

“Tapi, saya kira kelemahan bisa diminalisir, bisa diperkecil, dengan partisipasi (masyarakat),” ujar dia.

Oleh karena itu, Mada menekankan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik adalah keniscayaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com