KOMPAS.com - Aksi demonstrasi merespons disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa hari terakhir.
Mereka yang terdiri dari serikat buruh hingga mahasiswa menolak pengesahan UU Cipta Kerja karena dinilai merugikan rakyat.
Tercatat, di sembilan daerah, demo UU Cipta Kerja berakhir ricuh dan rusaknya fasilitas umum.
Lantas, apa tuntutan para pedemo?
Aksi menolak UU Cipta Kerja terjadi di Bekasi, Kamis (8/10/2020). Mahasiswa bersama buruh menggelar unjuk rasa di kawasan Kabupaten Bekasi.
Ketua PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Bekasi Harun Al Rasyid menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang merugikan banyak orang, termasuk buruh.
Ia berharap, aksi protes itu dapat menggerakkan hati pemerintah untuk kembali menganalisis isi dari UU Cipta Kerja.
Sementara itu, Pengurus PC FSP KEP Serikat Pekerja Se-Indonesia (SPSI) Muhammad Yusuf mengatakan, pihak buruh meminta Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi untuk mendesak Jokowi agar mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU) untuk UU Cipta Kerja.
"Kita di sini minta pertanggung jawaban Wali Kota, Wali Kota harus berani secara tegas menolak omnibus law dan mendesak Presiden mengeluarkan Perppu," kata Yusuf dikutip dari Kompas.com, Kamis (9/10/2020).
Di Yogyakarta, sejumlah massa dari berbagai elemen yang tergabung dalam aksi #JojaMemanggil turut melakukan aksi demo atas disahkannya UU Cipta Kerja.
Dalam aksi itu, para demonstran mengkritik sikap DPR dan pemerintah yang dinilai lebih memihak terhadap investor daripada rakyat kecil.
Para peserta aksi juga menyatakan ketidakpercayaan mereka terhadap aparat.
"Ada 14 poin yang tidak kami setujui dalam UU Omnibuslaw Cipta Kerja," kata Juru Bicara MPBI Irsad Ade Irawan melalui keterangan tertulis.
Oleh karena itu, pihaknya pun melayangkan mosi tidak percaya kepada Presiden, DPR, dan seluruh partai politik.
Di Jakarta, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) juga menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja, Kamis (9/10/2020).