KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Nantinya, peserta Tapera akan membayar iuran kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). BP Tapera akan memungut biaya dan mengelola dana untuk perumahan bagi PNS, prajurit TNI dan Polri, pekerja di perusahaan BUMN dan BUMD, serta perusahaan swasta.
Sementara itu, besaran iuran ditetapkan sebesar tiga persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri.
"Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 (tiga) persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri," bunyi Pasal 15 PP Nomor 25 Tahun 2020 dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: PP Tapera Berlaku, Perhatikan Syarat Kepesertaannya
Untuk iuran Tapera sebesar 3 persen tersebut, sebanyak 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja (gaji dipotong untuk iuran Tapera). Khusus untuk peserta mandiri, iuran dibayarkan sendiri.
Dinilai memberatkan
Kerja di indonesia byk potonganya
-Pph21 5%<50jt/thun
-BPJS kes 5%, 4%perushaan, 1% karywan
-BPJS TK 3%, 2%perusahaan, 1% karyawan
-JHT 5,7%, 3,7%perusahaan, 2% karyawan
-JKK 0,24%
-JKM 0,3%Skrg mau nambah
— Fauzianreza (@_Fauzianreza) June 3, 2020
TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat) 3%, 0,5%perusahaan, 2,5% karyawan
lucu sih memang pemerintah, gak ada sebulan udah bikin 2 peraturan yang memungut biaya dari masyarakat. kemarin kenaikan iuran bpjs, sekarang tabungan perumahan rakyat.
— Jai Dewer (@jendelaa_) June 3, 2020
Penetapan Tapera menuai tanggapan dari warganet di media sosial Twitter, beberapa pihak mengeluhkan potongan tambahan yang akan dibebankan pada penghasilan mereka. Terlebih lagi, sebelumnya para pekerja juga sudah diwajibkan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja.
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Gabriel Lele, kebijakan Tapera sendiri memiliki konsep yang bagus. Namun, cara pelaksanaannya akan sulit diterapkan.
"Gagasan agar pekerja punya rumah layak itu bagus. Caranya yang sulit. Dengan iuran 3 persen itu uang yang banyak. Bunganya bagaimana? Sampai kapan mereka harus tabung sebelum bisa beli rumah? Rumahnya nanti tipe dan harganya berapa?" kata Gabriel saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/6/2020).
Menurut dia, banyak pertanyaan teknis tetapi justru di situlah ujian yang sesungguhnya. Apabila tidak disiapkan, ini bisa jadi megaskandal berikutnya terkait pengumpulan dana masyarakat.
Selain itu, dia menilai program Tapera tidak jauh berbeda dengan program-program sebelumnya di sektor perumahan.
Tapera adalah cara mempercepat realisasi target pemerintah 100 persen rumah layak huni dan tidak lepas dari Program Sejuta Rumah yang digulirkan Presiden Joko Widodo semasa kampanye dulu.
Baca juga: Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), Ini Peserta, Syarat dan Besaran Iurannya...
Gabriel menyebut bahwa permasalahan terkait Tapera pasti terjadi di besaran potongan gaji untuk iuran itu. Banyak pekerja mungkin keberatan untuk menyisihkan gaji. Demikian juga pemberi kerja yang harus ikut menanggung iuran sebesar 0,5 persen.
"Aturan ini seharusnya hanya wajib buat yang belum punya rumah. Yang sudah punya seharusnya tidak perlu sekaligus menghindari spekulasi karena pasti tetap ada subsidi pemerintah atau dibeli dengan harga subsidi. Yang sudah punya akan beli lalu dipindah tangankan. Apakah pemerintah punya instrumen ini?" kata Gabriel.
Poin lain yang perlu diperhatikan, menurut Gabriel, adalah pengawasan pengumpulan dan penggunaan dana agar tidak terjadi penyalahgunaan dana atau korupsi.