PEMERINTAH meminta masyarakat “berdamai” dengan Covid-19 dengan menggaungkan apa yang disebut sebagai new normal atau pola hidup baru.
New normal adalah pola hidup baru yang ditandai dengan penyesuaian perilaku di tengah pandemi Covid-19 dengan cara menjalankan protokol kesehatan dalam aktivitas keseharian.
Protokol kesehatan tersebut antara lain selalu menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer, menggunakan masker saat keluar rumah, physical distancing atau menjaga jarak dengan orang lain minimal satu meter, serta menjaga kesehatan dengan asupan gizi seimbang dan berolahraga.
Pemerintah kini bahkan tengah menyiapkan protokol untuk mengatur new normal. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, usai rapat kabinet, Senin (18/5/2020), mengatakan, protokol new normal tersebut akan mengatur mulai dari tata cara berkumpul di luar rumah, beribadah bersama-sama, hingga makan di restoran.
Konsep new normal sendiri sejatinya adalah fase berikutnya yang harus dijalani oleh masyarakat ketika pembatasan mulai dikendurkan. New normal menjadi keniscayaan manakala pembatasan mulai ditinggalkan.
Dengan dilonggarkannya pembatasan, masyarakat akan mulai keluar rumah untuk menjalankan aktivitas. Dalam konteks ini, pola hidup baru harus dijalani hingga ditemukannya vaksin atau obat yang efektif.
Dalam unggahan Twitter-nya, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebutkan, salah satu yang harus diperhatikan pemerintah suatu negara atau wilayah untuk melonggarkan pembatasan terkait Covid-19 adalah mendidik, melibatkan, dan memberdayakan masyarakat untuk hidup di bawah new normal.
Hal lainnya yang harus diperhatikan tentunya landasan bagi keputusan pelonggaran itu sendiri.
Meski memaklumi alasan ekonomi, WHO menyatakan keputusan pelonggaran seharusnya berlandaskan data valid (data driven) yang menunjukkan terjadinya penurunan laju penyebaran penyakit.
Keduanya memiliki hubungan kausalitas. Sebelum berbicara new normal, pemerintah seharusnya fokus untuk mampu mengendalikan penyebaran Covid-19.
Terlepas dari polemik apakah sudah saatnya pemerintah melonggarkan pembatasan atau PSBB, skenario new normal muncul sebagai perdebatan baru.
Adalah rendahnya kesadaran masyarakat kita sendiri yang menjadi penyebab munculnya kekhawatiran new normal tak akan menjadi norma baru di tengah masyarakat, setidaknya tidak dalam waktu dekat.
Masyarakat kita masih tak acuh dengan protokol kesehatan.
Hal ini jelas tampak dari berbagai kondisi terkini yang terjadi di berbagai daerah. Pasar, pertokoan, bandara, pelabuhan, hingga jalanan kembali disesaki warga tanpa mengindahkan protokol kesehatan. Situasi ini berlangsung bahkan di saat PSBB masih diberlakukan.
Tenaga medis termasuk pihak yang gamang dengan skenario new normal.