Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Motif Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire, Kenapa Banyak Pengikutnya?

Kompas.com - 17/01/2020, 19:16 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com -  Belakangan ini, masyarakat Indonesia digegerkan dengan munculnya kerajaan-kerajaan baru.

Seperti deklarasi Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah dan Sunda Empire di Bandung, Jawa Barat.

Kelompok-kelompok itu berdiri, mengklaim memiliki kekuasaan, dan memiliki sejumlah anggota. Bahkan untuk Keraton Agung Sejagat mengaku mempunyai anggota sebanyak 450 orang.

Apa yang sebenarnya terjadi di tengah masyarakat hingga terbentuk kelompok-kelompok seperti ini?

Baca juga: Viral Sunda Empire di Bandung, Polda Jabar: Masih Kita Pantau

Motif kemunculan

Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Sunyoto Usman menyebut semua itu berangkat atas dasar motifasi penipuan semata.

"Iya, penipuan dengan memanfaatkan ikatan emosional berbasis adat. (Korban) Dijanjikan memperoleh keuntungan materi dengan manipulasi adat," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/1/2020).

Adapun masyarakat yang menjadi korban, menurut Usman adalah mereka yang tidak memiliki cukup pengetahuan terkait sejarah.

"Dugaan saya kebanyakan mereka dari lapisan menengah bawah (mereka) tidak memiliki perbendaharaan pengetahuan yang cukup tentang sejarah kerajaan Nusantara," sebutnya.

Kondisi itulah yang membuat orang-orang ini mudah dimanfaatkan oleh oknum penipu untuk menyetorkan sejumlah uang yang sebenarnya adalah sebuah modus penipuan.

"Dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu yang mengaku 'raja', diminta bayar sejumlah uang kepada raja tadi," ujar Usman.

Kemudian bagaimana mencegah kejadian serupa agar tidak terulang dan jatuh korban lain? Usman menyebut terdapat dua cara pencegahan atau penyelesaian yang bisa dilakukan.

Baca juga: Eksistensi Keraton Jipang di Blora, Apa Bedanya dengan Keraton Agung Sejagat?

Tingkatkan literasi dan informasi

Pertama adalah upaya yang datang dari Negara dalam hal ini sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap masyarakat yang memiliki kehidupan di kelas ekonomi rendah.

"Negara harus hadir. Beri lapangan kerja dan edukasi," jelas Usman untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat.

Kemudian yang kedua adalah langkah pencegahan yang bisa secara mandiri dilakukan oleh masyarakat itu sendiri tanpa menunggu komando dari pemerintah.

Jika menemukan ajakan atau hal-hal yang tidak meyakinkan, masyarakat diminta untuk aktif bertanya terhadap aparat terdekat yang dapat mereka jadikan pegangan informasi.

"Mereka harus konfirmasi tentang kebenaran informasi yang mereka peroleh. Bisa tanya kepada pamong desa, camat dan tokoh-tokoh lokal," ucap Usman.

Dengan begitu, kemungkinan masyarakat jatuh sebagai korban penipuan yang menggunakan motif adat seperti ini tidak akan terulang kembali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com