Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gibran, Bobby dan Pertaruhan Nama Besar di Pilkada 2020...

Kompas.com - 29/12/2019, 14:06 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anak dan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mendaftar sebagai bakal calon wali kota Solo dan calon wali kota Medan.

Gibran Rakabuming Raka mendaftar melalui PDI Pejuangan, sementara Bobby Afif Nasution maju dengan jalur Partai Golkar.

Di Indonesia, sudah bukan menjadi hal baru ketika ada anak, keponakan atau anggota keluarga orang ternama maju dalam ranah politik, baik di tingkat legislatif, eksekutif daerah maupun nasional.

Selain Gibran dan Bobby, hal serupa juga pernah dilakukan oleh putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono saat menjajal peruntungan maju di Pilkada Jakarta 2017 silam.

Lantas, seberapa besar pengaruh nama besar keluarga dalam perolehan suara?

Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedillah Badrun menyebut nama besar keluarga bisa berpengaruh bisa juga tidak bagi si kandidat dalam sebuah pencalonan.

"Jika nama besar keluarga tidak memberi pengaruh signifikan itu arttinya ada dua sebab pada keluarga besar tersebut. Pertama, karena citra keluarga besar yang sedang memburuk. Kedua, karena keluarga tersebut tidak memiliki moda sosial yang besar," jelas pria yang akrab disapa Kang Ubed itu kepada Kompas.com, Minggu (29/12/2020).

Ubed menyebutkan sejumlah contoh kandidat dengan latar belakang nama besar keluarga yang berhasil di sejumlah daerah. Misalnya di Banten, Makassar, Riau, NTB, Bali, Maluku, dan sejumlah wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Persaingan politik

Namun, tidak selalu nama besar keluarga memberi pengaruh signifikan pada kontestasi politik, misalnya yang terjadi pada AHY di Pilkada Jakarta. Ia dan pasangannya kalah dalam putaran pertama dan harus tersingkir.

Ternyata ada sejumlah faktor lain yang menjadi penting dalam persaingan politik semacam ini selain nama besar keluarga.

"Faktor lain yang memengaruhi pemilih di antaranya adalah citra personal kandidat yang positif di mata pemilih, bekerjanya mesin politk (partai dan relawan)," ujar Ubed.

Faktor terbesar yang bisa memengaruhi pemilih, imbuhnya yakni cara pendekatan kandidat kepada masyarakat pemilih.

"Semakin intensif sang kandidat dengan pemilih, maka semakin besar masyarakat akan menjatuhkan pilihannya pada kandidat tersebut," tambahnya.

Sementara itu, faktor lain seperti program kerja dan visi-misi kandidat justru tidak menjadi faktor penting yang dilirik oleh masyarakat, karena masih rendahnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat.

"Ini memengaruhi cara pandang pemilih dalam menjatuhhkan pilihan, mereka cenderung pemilih (berdasarkan) irasional dan tradisional," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com