Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Era Habibie, Rupiah Menguat dari Rp 17.000 ke Rp 6.500 Per Dollar AS

Kompas.com - 12/09/2019, 06:45 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal BJ Habibie telah berpulang pada Rabu (11/9/2019) di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

BJ Habibie dikenal sebagai sosok yang romantis dan cerdas dalam berpikir dan bertindak.

Tidak hanya piawai dalam dunia pesawat terbang, namun Habibie mahir melihat kondisi ekonomi Indonesia paska-krisis moneter 1998.

Ia memahami kondisi ekonomi menggunakan pendekatan aeronautika dengan mengibaratkan Indonesia adalah pesawat dengan posisi stall.

Diketahui, stall adalah posisi pesawat kehilangan daya angkat, dengan posisi bagian depan pesawat mengarah ke atas dengan sudut lebih dari 15 derajat. Hal ini mengacu pada krisis keuangan 1998, di mana Indonesia pernah memiliki pengalaman kejatuhan rupiah hingga Rp 17.000 per dollar AS.

Adapun kondisi ini bisa menyebabkan pesawat jatuh.

Inilah yang dilihat Habibie dari kondisi rupiah 1998. Ibarat pesawat terbang, rupiah saat itu sudah mengalami stall. Oleh karena itu perlu cara agar rupiah bisa stabil lebih dulu.

Keseimbangan menjadi basis. Dalam aeronautika, untuk meningkatkan kecepatan atau menurunkan kecepatan, maka dibutuhkan kesimbangan dengan gravitasi. Inilah yang disebut sebagai aerodinamika.

Mengetahui kondisi keuangan Indonesia tengah susah, Habibie merealisasikan pendekatan itu dan hasilnya rupiah dapat naik dari Rp 17.000 per dollar AS menjadi Rp 6.500 per dollar AS saat krisis keuangan tahun 1998.

Lembaga Independen

Seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (11/9/2019), keberhasilan mendongkrak nilai rupiah di masa Pemerintahan Habibie dikarenakan sejumlah hal.

Menurut Ekonom UGM, Tony Prasetiantono paket rektrukturasi perbankan untuk membangun kembali perbankan yang sehat pada 21 Agustus 1998 cukup efektif.

Lewat kebijakan ini, beberapa bank di-merger untuk menjadi bank baru yang kuat dari sisi pendanaan, salah satu hasilnya adalah Bank Mandiri.

Pemerintahan Habibie juga mengambil keputusan besar untuk memisahkan Bank Indonesia (BI) dari pemerintah. Dengan pemisahan itu, BI menjelma menjadi lembaga independen dan mendapatkan lagi kepercayaan.

Umar mengatakan, kebijakan Habibie memisahkan BI dari pemerintah sangat sederhana yakni agar BI tidak lagi diperintah atau ditekan oleh penguasa seperti massa Orde Baru.

Selain itu masuknya investor asing dan mulai pulihnya kepercayaan berimbas kepada penguatan nilai tukar rupiah. Meski sempat ada di jurang Rp 16.800 per dollar AS, nilai tukar rupiah secara perlahan merangkak naik hingga mampu menguat di angka Rp 6.500 per dollar AS di era Habibie.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com