HARI ini Umat Buddha memperingati Hari Waisak, kelahiran, pencerahan dan wafatnya Sidharta Gautama dalam tanggal yang sama. Tepatnya Waisak tahun 2568 BE yang jatuh pada hari Kamis, 23 Mei 2024.
Bagi Muslim dan agama lain, tentu penambahan pemahaman tersendiri perlu untuk memperkuat apresiasi kita terhadap Hari Waisak Buddhisme.
Memang kadangkala kita menemukan pemahaman yang hampir mirip beberapa tradisi dalam agama berbeda.
Tentu tidak bisa disamakan begitu saja masing-masing tradisi dalam agama yang tidak sama, karena konteks, sejarah, ajaran, dan umat yang berlainan. Namun dengan melihat adanya kemiripan apresiasi terhadap tradisi, pemahaman akan terbantu.
Penulis beberapa kali menghadiri Waisak yang dikenal dengan Trisuci, di Candi Borobudur di taman Lumbini.
Di sana didirikan tenda, tempat panggung dan tamu-tamu. Lampion dilepas di malam hari. Dipentaskannya sejarah kelahiran Sidharta, kisah pencapaian pencerahan di bawah pohon Bodhi, serta wafatnya pada kesempurnaan kebijakan (Trisuci).
Panggung cukup khusuk, mudah dimengerti, dan menambah apresiasi peresapan maknanya.
Bagi umat Islam penting rasanya membayangkan bagaimana apresiasi itu juga sebetulnya bisa didapatkan dalam tradisi keagamaan Muslim pada umumnya.
Tentu Umat Islam bisa membayangkan peringatan Maulid Nabi, yaitu kelahiran Nabi Muhammad yang juga menjadi hari libur nasional di Indonesia. Maulid Nabi mempunyai pesan kelahiran di tengah dibutuhkannya sosok penuntun umat.
Nabi Muhammad dilahirkan di Mekkah seribu lima ratus tahun lalu, tempat di mana suku Quraysh sebagai suku dominan dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi di Jazirah Arab memainkan peran penting.
Suku Quraysh adalah suku berdarah biru karena peran tersebut, sekaligus penjaga air suci Zamzam di tanah haram (suci). Tempat itu menjadi titik berkumpulnya suku-suku lain untuk bermusyawarah dan berdagang.
Seribu tahun sebelumnya, Sidharta dilahirkan sebagai calon raja. Kalau dihitung dari hari sekarang adalah dua ribu lima lima ratus tahun lalu.
Sidharta hidup dalam serba kecukupan dengan fasilitas mewah seorang calon raja. Kebutuhan jasmani dan keistimewaan duniawi melingkupi kehidupannya. Permaisuri pun telah disediakan.
Baik Sidharta maupun Muhammad merasa gelisah karena tantangan spiritual, ketidakpuasan duniawi. Sang Nabi melihat perlunya mengingatkan pesan moral agama-agama Semitik, sebagian kisah-kisah para nabi Yahudi dan Kristiani yang telah mendahuluinya.
Ajakan kembali pada ajaran kebenaran diserukan kepada kaum Quraysh di Mekkah. Kehidupan Muhammad berubah menjadi kehidupan Nabi pembawa risalah kebenaran, kebahagiaan, dan ajaran Tuhan.