Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Paracetamol, Si Obat Pereda Nyeri dan Demam

Kompas.com - 06/11/2022, 13:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Paracetamol adalah salah satu obat populer yang biasanya digunakan untuk meredakan sakit kepala ringan dan flu.

Paracetamol atau asetaminofen merupakan obat analgesik dan antipiretik yang cukup berbeda dari obat analgesik lainnya, seperti aspirin dan ibuprofen.

Bedanya, paracetamol tidak memiliki sifat antiradang. Oleh sebab itu, paracetamol tidak tergolong ke dalam jenis obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS).

Di balik kepopulerannya, paracetamol memiliki sejarah yang cukup panjang sebelum banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada zaman sekarang.

Berikut ini sejarah paracetamol.

Baca juga: Sejarah Obat Herbal di Indonesia, Ada 3 Tingkatannya

Sejarah awal

Parasetamol berasal dari singkatan nama kimia yang terbagi dalam dua versi.

Versi Amerika disebut dengan N-asetil-para-aminofenol asetominofen, sedangkan dalam versi Inggris adalah para-asetil-amino-fenol parasetamol.

Paracetamol mulai dikenal sejak tahun 1990-an. Obat ini berasal dari tanaman cinchora atau sinkona yang merupakan bahan utama untuk membuat obat-obat malaria dan asam salisiat.

Sejarah paracetamol dimulai pada 1877, ketika seorang bernama Harmon Northrop Morse mensintesis paracetamol di Universitas John Hopkins melalui reduksi p-nitrofenol dengan timah dalam asetat glasial.

Dari eksperimen tersebut, dapat diketahui bahwa dulunya paracetamol tidak langsung difungsikan untuk pengobatan.

Barulah pada 1887, seorang ahli farmakologi klinis bernama Joseph von Mering mencoba parasetamol pada manusia.

Bertahun-tahun kemudian, tepatnya pada 1893, Von Mering menerbitkan sebuah makalah yang berisi laporan hasil klinis parasetamol dan phenacetin.

Di dalam laporan tersebut, Von Mering mengklaim bahwa parasetamol memiliki sedikit kecenderungan untuk menghasilkan methemoglobinemia dibandingkan dengan phenacetin.

Methemoglobinemia adalah kelainan darah akibat kelebihan methemoglobin.

Oleh sebab itu, Von Mering tidak lagi menggunakan paracetamol dan beralih menggunakan phenacetin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perlawanan Nonkooperatif Kelompok Sukarni terhadap Jepang

Perlawanan Nonkooperatif Kelompok Sukarni terhadap Jepang

Stori
Hasil Perlawanan Pangeran Antasari

Hasil Perlawanan Pangeran Antasari

Stori
Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Stori
Jumlah Pasukan Perang Badar

Jumlah Pasukan Perang Badar

Stori
Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Stori
Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Stori
Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Stori
Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Stori
Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Stori
Sejarah Kelahiran Jong Java

Sejarah Kelahiran Jong Java

Stori
7 Fungsi Pancasila

7 Fungsi Pancasila

Stori
Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Stori
JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

Stori
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Stori
Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com