JAKARTA, KOMPAS.com - Hoaks adalah informasi palsu bahkan bohong yang tersebar di masyarakat melalui media.
Di zaman kini, media yang acap menjadi tunggangan pelaku hoaks adalah media digital.
Hoaks bisa jadi setua umur manusia.
Kendati begitu, secara sepintas, penelusuran hoaks bisa bermulai dari literatur karya Robert Nares pada 1822.
Baca juga: Hoaks Promosi HUT ke-71 KFC Tidak Hanya di Indonesia tetapi Juga Malaysia
Karya itu berjudul A Glossary: Or, Collection of Words, Phrases, Names and Allusions to Customs.
Nares melukiskan hoaks sebagai tipuan atau dusta yang awalnya bermaksud melucu.
Melucu, lantaran hoaks yang berasal dari Bahasa Latin hocus lazimnya diucapkan pesulap untuk menghibur penontonnya.
Penyihir asal Italia, Ochus Bochus menjadi inspirasi Nares untuk kata hoaks itu.
Hoaks, selanjutnya, dalam pandangan mantan Menteri Penerangan RI Alwi Dahlan juga merujuk adanya manipulasi berita.
Kondisi manipulasi berita ini punya dua ciri.
Yang pertama, hoaks di media digital, misalnya, adalah hal yang disengaja.
Kedua, hoaks, apa pun isinya, adalah hal yang sudah direncanakan.
Di Indonesia, pada masa lalu, bentuk hoaks adalah apa yang dinamakan surat kaleng.
Surat yang berisi informasi untuk seseorang tapi tanpa nama pengirim yang jelas.
Yang ekstrem, surat kaleng bahkan tanpa nama pengirim.