Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/07/2020, 08:00 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) mengalami puncak kejayaan pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18. Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal di Nusantara berhasil dikuasai VOC.

Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC menyebar luas dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India, hingga Papua. Bahkan keuntungan perdagangan rempah-rempah juga melimpah.

Berdasarkan buku Sejarah Nasional "Ketika Nusantara Berbicara" (2017) karya Joko Darmawan, dibalik kejayaan tersebut, banyak persoalan yang bermunculan. Semakin luas daerah yang dikuasai, masalah pengelolaan semakin kompleks.

Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin dibanjiri penduduk dari luar Batavia, sehingga sering menimbulkan masalah sosial.

Baca juga: Keserakahan dan Kekejaman VOC

Kas VOC merosot

Pada 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan undang-undang yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC.

Sehingga anggota pengurus yang sebelumnya dipilih oleh parlemen dan pemegang saham, menjadi tanggung jawab sepenuhnya raja. Raja juga menjado panglima tertinggi tentara VOC.

Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Sehingga pengurus tidak memikirkan memajukan usaha berdagangannya, justru berpikir untuk memperkaya diri sendiri.

VOC sebagai kongsi dagang swasta juga mengalami kemerosotan keuntungan. Bahkan pada tahun 1673, VOC tidak mampu membayar dividen.

Kas VOC juga merosot tajam karena serangakian perang yang telah dilakukan VOC dan beban utang yang terus menumpuk.

Gila hormat

Selain memperkaya diri sendiri, para pejabat VOC mulai menunjukkan sikap gila hormat dan cenderung feodalis.

Baca juga: Latar Belakang VOC Mampu Memonopoli Perdagangan Rempah-Rempah

Gubernur Jenderal Henricus bahkan mengeluarkan ordonasi untuk mengatur secara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal, kepala Dewan Hindia, beserta isteri dan anak-anaknya.

Contohnya, semua orang harus turun dari kendaraan bila berpapasan dengan para pejabat tinggi tersebut. Warga keturunan Eropa harus menundukkan kepala dan warga bukan orang Eropa harus menyembah.

Bahkan kendaraan kebesaran juga harus mewah dengan hiasan warna perak dan ditarik enam ekor kuda. Hal ini tentu membebani anggaran.

Koin VOCshutterstock.com Koin VOC
Pemberian upeti antar pejabat

Posisi jabatan danberbagai simbol kehormatan tidak lengkap tanpa hadiah atau upeti. Sistem upeti juga terjadi di kalangan para pejabat. Dari pejabat di bawahnya kepada pejabat yang lebih tinggi.

Hal ini terkait dengan mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua Pejabat VOC terlibat korupsi karena hila hormat dan kemewahan.

Baca juga: Sejarah Berdirinya VOC

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com