KOMPAS.com - Vaksinasi anak usia 6-11 tahun akhirnya dimulai. Informasi tentang kondisi anak yang boleh dan tidak boleh vaksin Covid-19 menjadi salah satu berita populer SAINS sepanjang Selasa (21/12/2021) hingga Rabu (22/12/2021) pagi ini.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) akhirnya resmi merekomendasikan imunisasi Covid-19 menggunakan vaksin Covid-19 CoronaVac buatan Sinovac untuk anak usia 6-11 tahun, pada Jumat (17/12/2021) lalu.
Selain informasi tersebut, berita populer Sains yang juga banyak dibaca yakni tentang ramainya pernyataan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari.
Siti mengungkapkan bahwa varian Omicron tidak berbahaya dan tidak perlu didramatisir.
Namun, hal ini ditanggapi berbeda oleh pakar terkait varian Omicron yang kini memberi kekhawatiran di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia.
Berikut beberapa rangkuman berita populer Sains yang banyak dibaca pembaca Kompas.com, sepanjang Selasa (21/12/2021) hingga Rabu (22/12/2021).
IDAI akhirnya merekomendasikan vaksinasi Covid-19 anak golongan usia 6-11 tahun, untuk melindungi mereka dari keparahan Covid-19.
Vaksin Covid-19 yang diberikan yakni vaksin CoronaVac buatan Sinovac, perusahaan vaksin asal China.
Namun, sebelum melanjutkan untuk melakukan vaksinasi Covid-19 pada Anak, ada beberapa syarat dan ketentuan dalam pemberian vaksin virus corona ini.
Anak yang boleh dan tidak boleh menerima vaksin Covid-19 CoronaVac ini, harus memerhatikan kondisi sebagai berikut.
Selengkapnya, mengenai berita populer Sains tentang kondisi anak usia 6-11 tahun yang boleh dan tidak boleh vaksin Covid-19 dapat disimak di sini.
Baca juga: Kondisi Anak Usia 6-11 Tahun yang Boleh dan Tidak Boleh Vaksin Covid-19
Pernyataan mantan Menkes Siti Fadila Supari mengenai varian Omicron yang disebutnya tidak berbahaya menuai sorotan dan menjadi salah satu berita populer Sains hingga pagi ini, Rabu (22/12/2021).
Belum lama ini, dalam sebuah kanal YouTube, Siti turut mengomentari kemunculan varian Omicron.
Dalam video tersebut, Siti menyebut bahwa varian Omicron terlalu dibesar-besarkan dan hanya membuat masyarakat ketakutan.
"Omicron itu karena mutasi dari sedikit protein, tetapi strain-nya tetap yang lama, yang berubah sifatnya adalah yang ada di ujung protein itu. Nah, kemudian didramatisasi gitu kayaknya, (sampai dikatakan) mati lo kalau kena Omicron," ujarnya.