KOMPAS.com - Belum ada penyebab resmi yang ditetapkan untuk insiden KRI Nanggala-402 yang mengakibatkan gugurnya 53 awak kapal selam di dalamnya.
Kendati demikian, ada beberapa spekulasi yang dikaitkan dengan KRI Nanggala-402.
Salah satunya, fenomena bawah laut yang telah dialami banyak kapal selam, setidaknya sejak Perang Dunia II.
Baca juga: Memahami Tekanan Hidrostatis dari Peristiwa KRI Nanggala-402
Diberitakan Kompas.com edisi Selasa (27/4/2021), Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAL Laksamana Muda Muhammad Ali menyebut, tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 dapat dipengaruhi arus bawah laut.
"Masalah faktor alam, ini tentunya pada saat kapal selam di permukaan mungkin hampir sama dengan faktor alam yang dialami kapal atas air. Tapi pada saat kapal selam menyelam, mungkin yang paling berpengaruh adalah faktor arus bawah laut," kata Ali dalam konferensi pers, Selasa (27/4/2021).
Ali menjelaskan, arus bawah laut tersebut memiliki kondisi berbeda di masing-masing tempat.
Namun, kata dia, awak kapal selam pasti dibekali buku panduan untuk memahami kondisi perairan yang akan dilayari, baik dari faktor oseanografi maupun hidrografinya.
Ali melanjutkan, terkait faktor alam, ada juga yang disebut dengan internal solitary wave.
"Ada internal solitary wave ini juga berdasarkan beberapa pakar ahli oseanografi itu ada arus bawah laut yang cukup kuat yang bisa menarik secara vertikal," kata dia.
Akibatnya, kapal dapat 'jatuh' lebih cepat ke arah dasar laut dari biasanya. Untuk mengatasi itu, awak kapal selam mesti menggunakan tenaga pendorong yang lebih kuat dari biasanya.
Namun, Ali menekankan, faktor alam seperti apa yang menyebabkan KRI Nanggala-402 tenggelam harus dibuktikan melalui proses penyelidikan yang akan melibatkan para pakar dari dalam maupun luar negeri.
Menurut para ilmuwan, gelombang soliter internal atau internal solitary wave, dapat mencapai ketinggian bawah laut yang menyebabkan kekhawatiran bagi kapal selam.
Internal solitary wave dihasilkan oleh interaksi pasang surut yang kuat, lapisan laut yang lebih hangat dan lebih dingin, serta geografi bawah laut.
Dilansir NPR, Jumat (30/4/2021), gelombang soliter internal ada di wilayah samudera tertentu di seluruh dunia. Sebagai contoh di Selat Gibraltar yang menghubungkan Mediterania dengan Samudra Atlantik, sebagian Pasifik Barat, dan Laut Cina Selatan.
Tak hanya ada di sana, gelombang soliter internal juga diketahui ada di kawasan Selat Lombok di Indonesia, tempat KRI Nanggala-402 hilang.