Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

AI dan Pengadilan (Bagian II)

Kompas.com - 17/12/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENGGUNAAN Artificial Intelligence (AI) dalam proses peradilan telah berlangsung di berbagai negara dan menjadi perhatian badan PBB seperti UNESCO. Berikut ini diuraikan beberapa praktik negara dimaksud.

Baca artikel sebelumnua: AI dan Pengadilan (Bagian I)

Praktik Eropa

The European Commission for the Efficiency of Justice (CEPEJ) pada Desember 2018, mengadopsi the first European text setting out ethical principles relating to the use of artificial intelligence (AI) in judicial systems, sebagaimana dipublikasikan laman resmi Dewan Eropa 2023.

Piagam CEPEJ memberikan kerangka dan prinsip-prinsip yang dapat memandu para pembuat kebijakan, legislator, dan profesional di bidang peradilan.

Hal ini relevan menghadapi pesatnya perkembangan AI dalam proses peradilan nasional.

Penerapan AI dalam sistem peradilan dapat berkontribusi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas. Namun, penerapannya harus dilaksanakan dengan cara yang bertanggung jawab dengan berpegang pada hukum dan etika.

AI juga harus menjadi instrumen untuk melayani kepentingan umum yang penggunaannya menghormati hak-hak individu.

CEPEJ telah mengidentifikasi prinsip-prinsip utama yang harus dihormati sebagai berikut:

Pertama, prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dalam arti memastikan desain dan implementasi alat dan layanan kecerdasan buatan sesuai dengan prinsip pelindungan HAM.

Kedua, prinsip non-diskriminasi, yaitu mencegah berkembangnya atau intensifikasi diskriminasi antarindividu, atau kelompok individu.

Ketiga, prinsip kualitas dan keamanan. Piagam CEPEJ menekankan berkaitan dengan pemrosesan putusan dan data peradilan, (harus) menggunakan sumber terpercaya dan model yang disusun secara multidisiplin dalam lingkungan teknologi yang aman.

Keempat, prinsip transparansi dan ketidakberpihakan, termasuk dipenuhinya unsur keadilan, membuat metode pemrosesan data dapat diakses, dipahami, dan mengizinkan audit eksternal.

Kelima, prinsip “di bawah kendali pengguna”. Prinsip sangat penting ini mengecualikan pendekatan preskriptif. Memastikan pengguna adalah aktor yang mempunyai informasi dan dapat mengendalikan pilihan mereka.

CEPEJ menekankan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ini harus dipastikan dalam proses putusan pengadilan dan penggunaan data algoritmanya.

Praktik New Zealand

Negara lain yang juga mendukung dan mengantisipasi penerapan AI adalah New Zealand. Dalam konsultasi publiknya Courts of New Zealand mempublikasikan “Draft Generative-AI-Guidelines”.

Pedoman praktik terbaik untuk penggunaan chatbot AI yang bertanggung jawab ini telah dikembangkan untuk membantu pengacara yang mewakili klien dalam proses pengadilan atau tribunal.

Pedoman menekankan, para pengacara harus berhati-hati saat menggunakan chatbot AI, karena risiko dan keterbatasan alat tersebut. Pengacara juga diingatkan kewajiban profesional mereka berlaku untuk penggunaan teknologi baru ini.

Pedoman tersebut mencakup beberapa saran praktis untuk meminimalkan risiko dan membantu pengacara mematuhi kewajiban profesional mereka saat menggunakan chatbot AI.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com