BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Mola

Film Garapannya Kerap Tuai Kontroversi, Oliver Stone Beberkan Alasannya di Mola Living Live

Kompas.com - 24/02/2021, 12:28 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Tahun 1987 menjadi momen bersejarah bagi sutradara kawakan asal Amerika Serikat (AS), Oliver Stone.

Pasalnya, film perang Vietnam garapan Stone, yakni Platoon (1986), berhasil menggondol empat penghargaan di ajang Academy Awards, yakni Best Pictures, Best Director, Best Sound, dan Best Film Editing.

Penghargaan tersebut memang bukan kali pertama diterima oleh Stone. Pada 1979, ia mendapatkan Oscar pertama untuk kategori Best Writing, Screenplay Based on Material from Another Medium.

Namun, penghargaan pada 1987 terasa lebih istimewa karena ia mendapatkan pada kategori bergengsi, yakni Best Pictures dan Best Director.Penghargaan tersebut pun melambungkan namanya sebagai salah satu sutradara terbaik di Hollywood.

Di balik pujian yang masuk, pria kelahiran New York, AS itu juga mendapatkan kritik bernada sumbang dan sinis.

Baca juga: Bintang Film Pulp Fiction, John Travolta, Siap Berbagi Pengalaman secara Eksklusif di Mola Living Live

Salah satunya dari seorang jurnalis bernama Robert Emmett Tyrrell Junior.
Tyrrell dalam laman Washington Post, Selasa (7/2/1987), mengungkapkan kekecewaannya terhadap Stone dan isi film Platoon. Ia mengatakan bahwa film tersebut adalah tontonan yang menggelikan.

“Melalui penghargaan ini, Anda (Stone) benar-benar mengakui kedigdayaan Vietnam. Saya pikir apa yang Anda katakan pertama kali seakan-akan Anda benar-benar memahami apa yang terjadi di sana,” ujar Tyrrell.

Menurut Tyrrell, hampir setiap adegan di Platoon hanya menceritakan kebobrokan dan kegilaan. Banyak momen melelahkan dalam film tersebut. Terlebih, tidak ada satu pun tindakan mulia.

Untuk diketahui, Platoon dibuat berdasarkan pengalaman pribadi Stone saat berperang di Vietnam. Film yang melakukan pengambilan gambar di sebuah pulau di Filipina tersebut banyak menceritakan kebrutalan tentara Amerika, mulai dari membunuh warga sipil hingga pemerkosaan.

Menanggapi hal tersebut, Stone lantas menjelaskan alasannya membuat film Platoon dengan alur cerita seperti itu. Ia menginginkan sebuah film yang kaya akan makna meskipun dibuat dengan pendanaan yang minim.

Baca juga: Tampil di Mola Living Live, Francis Coppola Buka-bukaan Soal Film Erotis Garapannya dan Cekcok di The Godfather

“Keindahan dari film ini berasal dari pengalaman nyata yang pernah saya lalui di Vietnam. Film seperti Apocalypse atau Deer Hunter pun luar biasa, tapi itu tidak dibuat secara realistis,” jelasnya dalam acara Mola Living Live, Sabtu (20/2/2021).

Penuh kontroversi

Oliver Stone memang dikenal sebagai sutradara kontroversial. Film-filmnya pun kental akan muatan politik.

Selain Platoon, film Stone lainnya, JFK (1991), cukup menggemparkan dunia perfilman kala itu.
Melalui film tersebut, Stone berusaha untuk menguak berbagai teori konspirasi mengenai kasus penembakan yang dilakukan Lee Harvey Oswald terhadap Presiden AS John F Kennedy pada 1963.

Oliver Stone di acara Mola Living Live Mola TV Oliver Stone di acara Mola Living Live

“Saya tertarik membuat film JFK karena membaca buku yang ditulis Jim Garrison (seorang pengacara) dan itu luar biasa. Dia merasa kasus ini tak masuk akal. Dia juga seorang jaksa hingga ia merasa aneh saat melihat bukti yang ada pada kasus ini,” ucap Stone.

Stone menambahkan, kasus pembunuhan Kennedy makin janggal ketika seorang kepala Central Intelligence Agency (CIA) yang terindikasi sebagai bagian pembunuhan malah ditunjuk untuk menyelidiki kasus tersebut.

“Ini gila, kami tahu jika dia yang harus bertanggung jawab atas pembunuhan itu, tapi dia malah menjadi bagian tim investigasi. Kami harus sadar jika pemerintah sedang berbohong, tak hanya AS, mereka ada di mana-mana. Masyarakat harus memperjuangkan kebenaran,” jelasnya.

Baca juga: Robert De Niro Berbagi Kisah Inspiratif dalam Mola Living Live, Tayang Besok di Mola TV

Menurut teori Garrison, penembakan itu didasari oleh kebijakan luar negeri Kennedy yang ingin menyelesaikan krisis rudal Kuba dan memperbaiki hubungan AS dengan Rusia.

Film tersebut menuai kontroversi. Mengutip theguardian.com, Kamis (28/4/2011) menurut sejarawan Alex von Tunzelmann, JFK tidak didukung dengan data faktual dan dianggap sebagai salah satu parodi paling mengerikan dalam sejarah.

Sementara itu, media seperti The Telegraph menganggap bahwa JFK adalah kebohongan terbaik yang pernah dilakukan Hollywood.

Meski begitu, film JFK berhasil masuk delapan nominasi dan memenangkan dua Oscar pada 1992.

Hal serupa juga Stone lakukan melalui film Snowden yang tayang pada 2016. Film ini bercerita tentang pengalaman nyata Mantan intelijen kontraktor Edward Snowden yang diburu pemerintah AS.

Snowden dituduh telah menyebarkan informasi rahasia terkait praktik surveilans yang dilakukan National Security Agency (NSA) terhadap aktivitas warga dunia, baik melalui aktivitas telepon maupun internet.

Baca juga: Mola Living Live, Ajang Sederet Tokoh Dunia Berkisah dan Berikan Inspirasi

“Saya bertemu beberapa kali dengannya. Menurut saya, dia adalah pahlawan. Snowden berkata bahwa AS memantau semuanya, termasuk (banyak) pemimpin dunia,” ucap Stone.

Stone sendiri tak ambil pusing soal kritikan pedas terhadap karya-karyanya. Ia hanya ingin menyampaikan makna berbeda dari sebuah kebenaran yang diberikan oleh pemerintah AS.

“Hanya harus membiasakan diri dari itu (kritikan), meskipun hal tersebut jelek dan menyakitkan. Namun, itu juga yang mampu membantu saya menjadi lebih baik,” jelasnya.

Saran bagi sineas muda

Pada acara Mola Living Live, Stone pun membagikan kiat penting agar bisa menjadi sineas sukses. Stone mengatakan, untuk menciptakan film bagus, sineas harus bisa membangun jalan cerita yang dapat mengubah sudut pandang penonton.

"Sebelum membuat film, saya selalu memikirkan terlebih dahulu cerita yang dapat memengaruhi penonton. Beberapa sutradara memang bukan penulis skenario. Skrip yang mereka garap untuk film merupakan karya orang lain. Beruntungnya, saya adalah penulis. Jadi, saya bisa melakukan riset sedalam-dalamnya," jelas Stone pada acara yang dipandu Dino Patti Djalal dan Nadine Alexandra tersebut.

Selain itu, Stone juga menyampaikan bahwa jalan menjadi sineas sukses tidak hanya bisa didapat melalui sekolah film. Pasalnya, banyak film dan buku perfilman yang bisa dijadikan sarana pembelajaran.

"Orang bisa belajar dari film-film yang sudah dirilis. Misalnya, saat ingin membuat film drama, belajarlah dengan banyak menonton film drama, menulis skenario drama, dan mengingat drama yang ada di hidup pribadi. Saya rasa itu pelajaran paling penting untuk menjadi sineas," ujar Stone.

Baca juga: Sutradara Film Black Swan, Darren Aronofsky Siap Berbagi Pengalaman di Mola Living Live

Untuk diketahui, Mola Living Live merupakan program bincang-bincang interaktif yang digagas Mola TV dan menghadirkan tokoh kenamaan dunia untuk berbagi pengalaman hidup.

Tokoh dunia inspiratif yang pernah diundang Mola TV adalah Mike Tyson, Sharon Stone, Luc Besson, Darren Aronofsky, Spike Lee, Robert De Niro, Francis F Coppola, dan John Travolta.

Lewat acara tersebut, penonton bisa ikut berinteraksi secara langsung dengan bintang tamu melalui fitur tanya jawab yang disediakan.

Seluruh tayangan program Mola Living Live bisa disaksikan melalui aplikasi Mola TV yang tersedia di App Store dan Play Store atau melalui situs resmi Mola TV dengan klik di sini.


Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com