BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Mola

Tampil di Mola Living Live, Francis Coppola Buka-bukaan Soal Film Erotis Garapannya dan Cekcok di The Godfather

Kompas.com - 26/01/2021, 17:47 WIB
Agung Dwi E,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – “Aku akan memberikan penawaran yang tidak bisa dia tolak,” kata Don Vito Corleone dalam film The Godfather (1972). Kata-kata Don Corleone tersebut sangat populer, ikonik, dan legendaris bagi pecinta trilogi The Godfather arahan sutradara Francis Ford Coppola.

Memang, petikan tersebut tidak sepenuhnya kreasi Coppola. Ini lantaran film trilogi The Godfather diadopsi dari novel dengan judul yang sama karangan Mario Puzo.

Meski bukan pemilik asli, justru berkat “tangan ajaib” Coppola—dan dibantu Puzo sebagai co-screenwriter, kata-kata Don Corleone menggema di seantero dunia, bahkan abadi hingga sekarang.

Selayaknya petikan Don Corleone tadi, film-film yang ditawarkan Coppola memang tidak bisa ditolak oleh moviegoers untuk ditonton. Selain trilogi The Godfather, sutradara berdarah Italia ini telah menelurkan 27 film epik lainnya. Sebut saja American Graffiti (1973), The Conversation (1974), dan Apocalypse Now (1979).

Film-film epiknya tersebut telah melambungkan namanya sebagai salah satu sutradara legendaris Hollywood. Selama enam dekade bergelut di dunia film, Coppola berhasil memenangkan 53 penghargaan bergengsi, termasuk lima Oscar, empat Golden Globe, empat di Festival Film Cannes, dan satu di BAFTA.

Baca juga: Sinopsis The Godfather, Film Legendaris Tentang Konflik Keluarga Mafia

Meski begitu, perjalanan Coppola menjadi sutradara ternama tidak semulus yang dibayangkan. Ia sempat terseok-seok meniti karier di dunia seni peran dan film.

Pria kelahiran 7 April 1939 tersebut menempuh pendidikan di Hofstra College. Ia memilih jurusan teater karena tertarik menjadi sutradara. Teater ternyata tak memberikan banyak uang dan ia pun banting setir di dunia film.

“Suatu siang, saya tidak mengerjakan apa-apa dan tidak punya uang. Lalu, saya menonton film Sergei Eisenstein, October: Ten Days Shook the World. Film ini, sekalipun film bisu, membuat saya terpesona, terutama kualitas editing-nya yang luar biasa. Lalu, saya bilang dalam hati, saya akan membuat film,” kenang Coppola di acara Mola Living Live, Jumat (22/1/2021).

Garap film erotis demi sambung hidup

Tetap saja, berkarier di dunia film tak semudah membalikkan telapak tangan. Usai lulus dari Hofstra College, Coppola melanjutkan pendidikan seni film di University of California, Los Angeles (UCLA).

Francis Coppola saat menjadi tamu acara Mola Living Live, Jumat (22/1/2021). Acara ini dipandu oleh Dino Patti Djalal dan Rayya Makarim. Dok. Mola TV Francis Coppola saat menjadi tamu acara Mola Living Live, Jumat (22/1/2021). Acara ini dipandu oleh Dino Patti Djalal dan Rayya Makarim.

Saat menjalani perkuliahan tersebut pada awal 1960-an, ia tak punya banyak uang dan jatuh miskin. Bahkan, ia harus bertahan hidup dengan uang 10 dollar Amerika Serikat (AS) per minggu. Lalu, ia mengetahui bahwa teman-teman kampusnya mendapatkan uang dari menggarap film erotis dan ia memutuskan menjadi salah satu bagian ekosistem itu.

“Saya membuat film erotis karena itu cara yang mungkin bisa dilakukan (untuk menyambung hidup) dan juga kesempatan melihat gadis-gadis cantik. (Saat itu), saya ingin punya pacar. Saya tidak pernah bertemu seorang gadis. Saya tidak punya kesempatan,” ujarnya sambil terkekeh kepada Dino Patti Djalal dan Rayya Makarim yang memandu acara Mola Living Live.

Karier Coppola di dunia film pendek bergenre erotis tak bertahan mulus. Usai menyelesaikan The Peeper bersama model majalah Playboy Marli Renfro—artis yang digaet Alfred Hitchcock untuk menjadi pemeran pengganti Janet Leigh di film Psycho (1960), kariernya di film erotis mandek.

Baca juga: Spike Lee Ungkap Harapan untuk Industri Film yang Terimbas Pandemi Covid-19

Naskah-naskah film erotisnya setelah The Peeper ditolak oleh rumah produksi. Setelah itu, ia hanya membuat satu film erotis, Tonight for Sure (1962).

Sebenarnya, film tersebut tidak bisa dikatakan film baru. Rumah produksi meminta Coppola mengedit ulang dan menyatukan filmnya, The Peeper, dan film The Wide Open Spaces karya Jerry Schafer untuk dijadikan film baru.

Saat tampil di Mola Living Live, Coppola berseloroh bahwa kegagalannya tersebut lantaran dirinya memang bukan sutradara film erotis yang baik. Sebab, selama proses produksi, ia tidak tega melihat aktrisnya menangis saat memainkan filmnya.

“Saat itu ia datang dan bilang akan dimarahi orangtuanya bila main di film erotis. Kemudian, saya biarkan dia pakai bra dan hal ini membuat saya mendapatkan masalah besar dengan produser. Jadi, saya bukan sutradara film erotis yang baik. Saya terlalu romantis,” cerita Coppola.

Titik balik karier

Usai gagal di film erotis, Coppola beberapa kali menjadi asisten sutradara dan penulis naskah. Kemudian, ia kembali ke dunia kampus dan menyelesaikan film You’re a Big Boy Now (1966) yang merupakan tesisnya di UCLA.

Film itu menjadi titik balik karier Coppola di dunia film. Hak distribusi film bergenre komedi tersebut dibeli oleh rumah produksi Seven Arts. Perusahaan ini kemudian dibeli Warner Bros.

Oleh Warner Bros, film You’re a Big Boy Now didistribusikan ke beberapa bioskop dan festival film, termasuk Festival Film Cannes pada 1967. Hasilnya, film tersebut mendapatkan sambutan bagus.

You’re a Big Boy Now masuk nominasi penghargaan Palme d’Or di Cannes. Aktrisnya, Geraldine Page, berhasil masuk nominasi Aktris Perempuan Pendukung Rerbaik Oscar 1967.

Kesuksesan ini melejitkan nama Coppola di industri film Amerika. Pelan tapi pasti, ia mulai terlibat di beberapa film. Bahkan, ia mendapatkan Piala Oscar pertamanya pada 1971, hanya tiga tahun usai film You’re a Big Boy Now. Saat itu, ia memenangi kategori Skenario Film Asli Terbaik untuk film Patton (1970).

Drama di balik trilogi The Godfather

Keberhasilan Coppola di ajang Oscar semakin melambungkan namanya. Ia pun masuk kandidat sebagai sutradara film The Godfather di bawah naungan rumah produksi Paramount Pictures.

Ia ditelepon Peter Bart, wakil presiden Paramount Pictures saat itu, dan ditawari menggarap film adaptasi dari novel tentang mafia. Awalnya Coppola tertarik. Ia sempat melakukan riset tentang kehidupan mafia di Amerika Serikat.

Namun, saat novel The Godfather akhirnya terbit dan sampai di tangannya, Coppola justru kecewa. Novel tersebut tidak seperti yang ia harapkan. Hal ini membuat ia ragu meneruskan proyek film The Godfather.

George Lucas yang merupakan rekan kerja dan temannya meyakinkan Coppola untuk tetap mengambil proyek tersebut. Lucas tahu, Coppola sedang tak punya uang saat itu. Pun, rumah produksi yang dibangun Coppola bareng Lucas tak punya proyek film untuk digarap dan terancam ditutup. Coppola akhirnya menerima proyek tersebut.

Francis Coppola berbagi kisah perjalanan karier sebagai sineas Hollywood di Mola Living Live. Dok. Mola TV Francis Coppola berbagi kisah perjalanan karier sebagai sineas Hollywood di Mola Living Live.

Sayangnya, posisi Coppola sebagai sutradara muda dan pendatang baru di Hollywood tidak memberikan kebebasan saat menggarap film. Paramount begitu mengontrol proses produksi. Bahkan, pemeran Vito Corleone, Marlon Brando, sempat ditolak oleh Paramount karena film terakhir Brando tidak masuk box office.

“Presiden Paramount saat itu (Stanley Jaffe) bilang, ‘Francis, Marlon tidak akan main di film The Godfather dan nama itu tidak boleh disebut-sebut lagi’,” cerita Coppola.

Coppola dan Puzo kukuh untuk memasukkan Marlon sebagai Don Corleone. Menurut mereka, Marlon merupakan sosok yang pas untuk memerankan sang Godfather.

Sikap keras kepala Coppola sempat membuat dirinya terancam dipecat oleh Paramount Pictures. Pasalnya, produksi film The Godfather tidak kunjung berjalan karena terbentur masalah tokoh utama.

Akhirnya, presiden Paramount pun luluh. Akan tetapi, pihak Paramount memberi tiga syarat kepada Coppola dan Puzo.

“Pertama, Marlon harus punya uang jutaan dollar (AS) di bank sebagai jaminan ia tidak mengacau saat mengerjakan film. Kedua, dia harus ikut screen test atau casting. Terakhir, Marlon harus mengerjakan film dengan gaji murah,” kata Coppola menirukan Jaffe.

Mendengar itu, Coppola dan Puzo langsung mengontak manajemen Brando. Setelah membuat jadwal, ia pun bertolak menuju kediaman Brando untuk melakukan screen test bersama belasan kameramen.

“Saat mengikuti screen test, Marlon tahu apa yang dia harus lakukan. Ia memasukkan semacam bola di mulutnya dan membuatnya terlihat seperti bulldog. Kemudian dia berbicara layaknya orang berkumur-kumur. Saya merekamnya dan membawa rekaman tersebut ke pemilik Paramount di New York,” ceritanya lagi.

Pemilik Paramount pun terkesima melihat hasil screen test Brando. Coppola bilang, saat itu pemilik memuji habis-habisan penampilan Brando dan menyetujuinya sebagai pemeran Godfather.

Hasilnya, film The Godfather mendapatkan sambutan luar biasa. Coppola masuk nominasi Sutradara Terbaik Piala Oscar (1973) dan memenangkan Oscar untuk Skenario Adaptasi Terbaik bersama Puzo.

Proyek film tersebut kemudian diteruskan hingga menjadi trilogi. Dua film sekuel The Godfather sukses merebut hati kritikus maupun penonton, sama seperti film perdana.

Rahasia kesuksesan

Film The Godfather membuka keran kesuksesan Coppola di dunia film. Beberapa film Coppola berikutnya menuai tinta emas serupa, seperti American Graffiti, The Conversation, dan Apocalypse Now. Di tiga film tersebut, Coppola kembali berhasil masuk nominasi Piala Oscar.

Puncaknya, pada 1975, Coppola berhasil menggondol tiga Piala Oscar sekaligus untuk The Godfather: Part II (1974), yakni Film Terbaik, Sutradara Terbaik, dan Skenario Adaptasi Terbaik.

Di Mola Living Live, Coppola membagikan kunci kesuksesannya sebagai sineas. Pertama, sebagai seorang yang sukses, ia harus suka belajar hal-hal baru.

“Saya belajar banyak hal. Saya menyukai pembelajaran sejak dulu waktu kecil atau ketika saya di bangku kuliah,” ucapnya.

Sebagai sutradara, Coppola mengaku bahwa dirinya belajar banyak dari Elia Kazan, salah satu sutradara teater dan film yang berpengaruh dalam sejarah Broadway dan Hollywood.

“Untuk membuat film bagus, Anda harus tahu tokoh dan lingkungan. Anda harus belajar dari apa pun. Semakin Anda tahu, semakin Anda menyerap banyak informasi, Anda semakin bebas mengekspresikan kreativitas di dalam film,” ujar Coppola.

Kemudian, untuk mengejar kesuksesan, Coppola selalu mengingatkan untuk tetap fokus dan tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan mata.

“Saya harus fokus terhadap apa pun, terutama terhadap peluang sekecil apa pun yang ada,” imbuhnya lagi.

Sebagai informasi, Mola Living Live merupakan program Mola TV yang menghadirkan cerita inspiratif dari tokoh dunia. Sebelum Coppola, Mola TV telah menghadirkan Robert De Niro, Spike Lee, Mike Tyson, Sharon Stone, Luc Besson, dan Darren Aronfsky.

Anda bisa menyaksikan wawancara ekslusif tokoh-tokoh tersebut dengan berlangganan layanan Mola TV mulai dr Rp 12.500 per bulan. Silakan mengunduh aplikasi Mola TV di App Store dan Play Store atau kunjungi situs www.mola.tv.


Terkini Lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com