Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Kompas.com - 23/05/2024, 16:30 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Nik Martin/DW Indonesia

BRUSSELS, KOMPAS.com - Seberapa besar ancaman perang saat ini bisa diukur dari lonjakan belanja militer di seluruh dunia. Tahun lalu, jumlahnya mencapai 2,44 triliun dollar AS (Rp 39,18 kuadriliun) atau meningkat sebanyak 7 persen dibandingkan 2022, menurut temuan pusat riset konflik SIPRI.

Kenaikan anggaran pertahanan yang dipicu invasi Rusia di Ukraina merupakan yang tertinggi sejak 2009. Saat itu, belanja militer global mencatatkan kenaikan sebesar enam persen, antara lain didorong mobilisasi militer AS di Afghanistan demi menumpas pemberontakan Taliban.

Perang Ukraina saat ini menjadi beban konflik terbesar bagi negara anggota NATO yang harus menyuplai persenjataan demi menghalau invasi Rusia. Dengan meruncingnya konflik di Timur Tengah dan Asia Pasifik, negara-negara di dunia dipaksa berlomba memperkuat pertahanan.

Baca juga: NATO Minta Sekutu Jamin Bantuan Senjata Jangka Panjang ke Ukraina

NATO fokus tingkatkan belanja militer

Pada 2024, Amerika Serikat mengalokasikan 886 miliar dollar AS (Rp 14,23 kuadriliun) untuk pertahanan, atau naik delapan persen dalam dua tahun terakhir.

Tahun ini, untuk kali pertama, negara anggota NATO diproyeksikan bakal menepati ketentuan anggaran belanja militer sebesar minimal dua persen dari produk domestik bruto (PDB), yang selama ini lamban diimplementasikan.

Pada Februari, Sekretaris Jendral NATO Jens Stoltenberg menyebutkan, kas perang yang disiapkan anggota di Eropa untuk 2024 mencapai 380 miliar dollar AS (Rp 6,1 kuadriliun ).

Ketika Jerman masih meributkan tambahan utang demi dua persen anggaran pertahanan, Polandia sudah menganggarkan 4,2 persen dari produk domestik brutonya, yang tertinggi di antara negara anggota NATO.

Negara lain yang berbatasan lansgung dengan Rusia, seperti di kawasan Baltik, juga sudah atau akan segera menepati target minimal dua persen.

Beban jangka panjang

Dorongan menambah belanja militer terjadi ketika perekonomian dunia sedang melesu akibat ketegangan geopolitik, inflasi, dan gangguan rantai suplai. Banyak negara yang secara finansial sudah di ujung tanduk.

"Komitmen jangka pendek demi menyuplai senjata untuk Ukraina harus dibiayar dengan utang tambahan. Begitulah cara pendanaan perang secara historis,” kata Gunther Wolff, peneliti senior di lembaga pemikir Bruegel yang berbasis di Brussels, kepada DW.

"Tetapi untuk peningkatan belanja pertahanan jangka panjang, pemerintah harus menaikkan pajak, atau mengalihkan anggaran dari tempat lain.”

"Apakah prosesnya akan menyakitkan secara politis? Tentu saja! Tetapi jika Anda menyebarkan bebannya ke berbagai kementerian, maka dampaknya akan berkurang," tambah Wolff.

Baca juga: Swedia Akhirnya Gabung NATO

Relokasi anggaran biayai pertahanan

Jerman, misalnya, menghadapi prospek berkurangnya pemasukan pajak sebagai buntut lesunya perekonomian. Namun, kemampuan pemerintah menambah anggaran militer juga terhadang aturan pembatasan utang.

Akibatnya, Jerman memangkas anggaran di berbagai kementerian dan memotong dana bantuan pembangunan internasional sebesar 2 miliar euro (Rp 34,83 triliun) tahun ini.

Halaman:

Terkini Lainnya

Khotbah Arafah Diterjemahkan ke 20 Bahasa dan Didengar 1 Miliar Orang, Apa Isinya?

Khotbah Arafah Diterjemahkan ke 20 Bahasa dan Didengar 1 Miliar Orang, Apa Isinya?

Global
Usai Wukuf di Arafah, Jemaah Haji Bermalam di Muzdalifah, Arab Saudi Pastikan Kelancaran

Usai Wukuf di Arafah, Jemaah Haji Bermalam di Muzdalifah, Arab Saudi Pastikan Kelancaran

Global
Israel Akui 8 Lagi Tentaranya Tewas di Gaza

Israel Akui 8 Lagi Tentaranya Tewas di Gaza

Global
Warga Gaza Sambut Idul Adha 2024 dengan Rasa Lapar dan Penderitaan...

Warga Gaza Sambut Idul Adha 2024 dengan Rasa Lapar dan Penderitaan...

Global
[UNIK GLOBAL] Heboh Mantan Karyawan Hapus Server Perusahaan | Hewan Misterius Muncul Saat Pelantikan Pejabat India

[UNIK GLOBAL] Heboh Mantan Karyawan Hapus Server Perusahaan | Hewan Misterius Muncul Saat Pelantikan Pejabat India

Global
Biden dan Trump Sepakati Aturan Debat Pertama Pilpres AS 2024, Termasuk Tak Boleh Bawa Catatan

Biden dan Trump Sepakati Aturan Debat Pertama Pilpres AS 2024, Termasuk Tak Boleh Bawa Catatan

Global
1,5 Juta Jemaah Haji Menuju Padang Arafah untuk Wukuf di Tengah Cuaca Ekstrem

1,5 Juta Jemaah Haji Menuju Padang Arafah untuk Wukuf di Tengah Cuaca Ekstrem

Global
Jet Tempur Swedia Cegat Pesawat Militer Rusia yang Langgar Wilayah Udara

Jet Tempur Swedia Cegat Pesawat Militer Rusia yang Langgar Wilayah Udara

Global
Kamal Ismail, Arsitek yang Tolak Dibayar Usai Perluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Kamal Ismail, Arsitek yang Tolak Dibayar Usai Perluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Global
Penampilan Publik Perdana Kate Middleton sejak Didiagnosis Kanker

Penampilan Publik Perdana Kate Middleton sejak Didiagnosis Kanker

Global
Pejabat Hamas: Tak Ada yang Tahu Berapa Banyak Sandera Israel yang Masih Hidup

Pejabat Hamas: Tak Ada yang Tahu Berapa Banyak Sandera Israel yang Masih Hidup

Internasional
Tzav 9, Kelompok Warga Israel yang Rutin Blokir, Jarah, dan Bakar Bantuan untuk Gaza

Tzav 9, Kelompok Warga Israel yang Rutin Blokir, Jarah, dan Bakar Bantuan untuk Gaza

Global
Ukraina Serang Perbatasan, 5 Warga Rusia Tewas

Ukraina Serang Perbatasan, 5 Warga Rusia Tewas

Global
Korut Bangun Jalan dan Tembok di Zona Demiliterisasi

Korut Bangun Jalan dan Tembok di Zona Demiliterisasi

Global
Di Gaza Utara Bawang Sekilo Rp 1,1 Juta, Warga Pilih Makan Roti

Di Gaza Utara Bawang Sekilo Rp 1,1 Juta, Warga Pilih Makan Roti

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com