Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Larangan Uni Eropa, China Lirik Sawit Indonesia dan Malaysia

Kompas.com - 30/10/2023, 20:09 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: David Hutt/DW Indonesia

BEIJING, KOMPAS.com - Kebijakan Brussels dianggap sebagai langkah proteksionisme oleh kedua produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia dan Malaysia. Kini kedua negara giat mencari pasar lain untuk menampung ekspor minyak sawitnya.

Upaya tersebut membuahkan kesepakatan bisnis senilai 3,9 miliar dollar AS (Rp 61,98 triliun) antara Malaysia dan China yang ditandatangani bulan ini dalam KTT Expo China-ASEAN.

Termasuk di antaranya adalah perjanjian antara perusahaan pelat merah, Sime Darby Oils International dari Malaysia dan GuangXi Beibu Gulf International Port Group.

Baca juga: Malaysia Tingkatkan Ekspor Minyak Sawit ke China 500.000 Ton Per Tahun

Kedua perusahaan berniat membangun pusat distribusi minyak sawit di Kota Qinzhou, China, menurut laporan media Jepang, Nikkei Asia.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan, pihaknya ingin menggandakan nilai ekspor minyak sawit ke China menjadi 500.000 ton per tahun dalam beberapa tahun ke depan.

"Ini adalah kali pertama China meminta penambahan besar. Biasanya, permintaan bergantung pada harga dan pertimbangan lain, tapi kali ini perjanjiannya menjamin kuota impor menuju China,” kata PM Malaysia itu selama Expo.

Proteksionisme Uni Eropa

"Jika niat UE merangsang perbaikan tata kelola sawit dengan membuat larangan bahan bakar nabati, upaya tersebut bisa mudah dijinakkan oleh China, kata Bridget Welsh dari lembaga penelitian Asia Research Institute di University of Nottingham, Inggris.

Alhasil, negara-negara Asia Tenggara tidak hanya semakin bergantung kepada China, tapi juga menutup akses pasar UE serta menciptakan kondisi yang justru memudahkan ekspor menuju China.

"Selain itu, reputasi Eropa akan ternoda oleh kebijakan yang didorong oleh keinginan melindungi produksi minyak nabatinya sendiri, di atas kerugian produsen Asia Tenggara,” tutur Welsh lagi, merujuk pada tuduhan betapa regulasi UE menguntungkan petani rapa dan bunga matahari di Eropa.

"Karena banyak perkebunan sawit di Indonesia yang dimiliki pengusaha Malaysia, pergeseran di Malaysia menuju pasar China juga akan berdampak di Indonesia," kata Kevin O'Rourke, analis di lembaga konsultan, Reformasi Information Services.

Produksi minyak sawit di Malaysia turun 2,3 persen pada paruh pertama 2023, menurut laporan pemerintah.

Keluhan serupa disuarakan perusahaan negara, FGV Holdings, yang mengaku kehilangan separuh pemasukannya pada periode yang sama.

Frederick Kliem, peneliti dan dosen di Rajaratnam School of International Studies di Singapura, meyakini, Uni Eropa tidak akan dipengaruhi oleh prospek adanya pengalihan komoditas sawit ke China.

Baca juga: Pemain Minyak Sawit Raksasa di Malaysia: UU Deforestasi UE Tak Akan Rugikan Ekspor, tapi...

Negosiasi alot lintas benua

Sejauh ini, UE sudah mengirimkan berbagai delegasi ke Malaysia dan Indonesia untuk meredakan kisruh seputar larangan bahan bakar sawit.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com