Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Holy, Anak Nelayan yang Kini Jadi Dosen, Dulu Jadi Korban "Bullying"

Kompas.com - 22/05/2024, 14:26 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Pernah menjadi korban perundungan saat remaja, tidak membuat Holy Ichda Wahyuni tumbuh menjadi seseorang yang rendah diri.

Ia tetap percaya diri dan berani menyongsong masa depannya dengan tekun dan bersungguh-sungguh agar meraih kesukesan.

Holy membuktikannya karena kini telah berhasil menjadi Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya).

Holy ini mengaku, pernah menjadi korban perundungan dan bullying oleh temannya SMP dan SMA.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: Ini Cara Cegah Penularan Flu Singapura Saat Lebaran

Dirundung karena penampilan fisik

Perundungan yang dialami Holy saat remaja karena penampilan fisiknya.

"Sejak kecil memang tidak pandai merawat diri, kulitnya kerap terbakar matahari pesisir," kata Holy seperti dikutip dari laman UM Surabaya, Rabu (22/5/2024).

Holy memang tinggal di lingkungan pesisir pantai karena ayahnya, Yasifun berprofesi sebagai nelayan harian yang kesehariannya mencari ikan dengan sampan kecil dan alat ala kadarnya. Sementara ibunya Nur Kholidah bekerja sebagai buruh pengupas rajungan.

"Mereka menghina saya secara fisik, pernah saya dirundung seorang teman di depan semua teman ketika ada acara di aula. Saya sangat malu, dan itu membuat rasa kepercayaan diri saya runtuh," ungkap Holy.

Merupakan seorang anak nelayan

Meski dari keluarga nelayan, Holy sangat bersyukur karena keluarganya memiliki mimpi yang tinggi agar anak-anaknya tetap bersekolah.

Terutama kesadaran bahwa pendidikan adalah penting untuk anak anaknya, baik itu laki laki atau perempuan.

Sebagai anak nelayan, dari kecil Holy terbiasa melihat bagaimana jeri payah dan perjuangan bapaknya menerjang ombak untuk nafkah dengan hasil tidak menentu.

"Dulu, sering melihat di dompet ibu hanya tersisa uang beberapa ribu rupiah saja dengan uang koin yang membuat saya harus menahan diri untuk tidak meminta banyak hal seperti snack atau mainan," beber Holy.

Sadar bahwa mencari nafkah itu berat, Holy pernah ikut bekerja sebagai pengupas rajungan. Meski demikian Holy selalu belajar dengan rajin, dan itu mengantarkannya selalu menduduki peringkat pertama sejak di Sekolah Dasar (SD) sampai SMA.

Menurutnya, hanya beberapa kali saja Holy mendapat ranking 3, karena saat ujian dirinya sakit.

Prestasi menjadi peringkat di kelas rupanya cukup membantu meringankan SPP sekolahnya. Holy mengaku senang sekali setiap momentum pengambilan rapor ketika melihat wajah bangga ibunya membawa hadiah piagam atau di saat pelepasan akhir tahun mendengar nama ayahnya disebut ketika ia menduduki juara umum di aspek akademik.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com