KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah pandangan bahwa program makan siang gratis akan memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Program andalan pasangan calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, itu dinilai bakal menambah utang negara karena peningkatan anggaran belanja tidak diikuti kenaikan pendapatan negara.
Menurut Airlangga, pemerintah telah memperhitungkan rencana defisit dalam Rancangan APBN 2025, yakni sekitar 2,48-2,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Bujet defisit (APBN 2025) hampir sama dengan tahun ini, 2,48 sampai 2,8 persen," kata Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran itu, pada Senin (26/2/2024), seperti dikutip Kompas.com.
Lantas, benarkah program yang diperkirakan menelan anggaran sekitar Rp 400 triliun setahun itu tidak akan memperlebar defisit anggaran?
Pengelolaan APBN di Indonesia menganut prinsip kebijakan fiskal defisit (ekspansif). Artinya, penerimaan kas negara, baik dari setoran pajak maupun non-pajak, tidak pernah cukup untuk menutupi seluruh kebutuhan belanja pemerintah.
Kekurangan itu ditutup lewat utang atau pembiayaan, yang bersumber dari penerbitan obligasi atau surat utang negara, pinjaman, dan hibah. Pada awal tahun anggaran, pemerintah dan DPR menetapkan batas besaran defisit serta utang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, besaran defisit hanya boleh maksimal 3 persen dari PDB dan utang maksimal 60 persen dari PDB.
Sebagai contoh, pada APBN 2024, batas defisit sebesar 2,29 persen dari PDB. Dengan demikian, ruang defisit yang ditoleransi ”hanya” Rp 522,8 triliun.
Adapun pemerintah menetapkan defisit APBN 2025 berada dalam rentang 2,45 persen sampai 2,8 persen dari PDB.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, defisit anggaran dapat mencapai 3 hingga 3,2 persen jika program makan siang gratis diterapkan tanpa realokasi anggaran.
"Anggaran program makan siang gratis tanpa disertai realokasi anggaran yang signifikan mengambil dari pos-pos belanja lainnya maka dikhawatirkan defisit anggaran bisa 3-3,2 persen terhadap PDB," kata Bhima, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (27/2/2024).
Bhima mengingatkan agar program tersebut tidak menjadi penghambat dan menyebabkan defisit fiskal melebar.
Sebab, peningkatan defisit anggaran sebesar 2,8 persen berdampak pada kenaikan kebutuhan penerbitan utang baru yang cukup signifikan.
"Selain itu, akan membuat ABPN di pandang kurang kredibel kalau tahun pertamanya sudah hampir 3 persen," kata Bhima.