KOMPAS.com - Pada 21 Juni 1994, Pemerintah Orde Baru mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Majalah Tempo terkait pemberitaan kasus dugaan korupsi pembelian kapal perang eks Jerman Timur.
Dilansir Harian Kompas edisi 22 Juni 1994, Departemen Penerangan menganggap pemberitaan itu menyalahi aturan karena membahayakan stabilitas nasional.
Pengumuman pembredelan disampaikan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika (PPG) Subrata. Menurutnya, pembredelan dilakukan setelah melalui beberapa tahap, termasuk peringatan lisan maupun tertulis.
"Dalam perjalanannya Tempo telah berkali-kali diperingatkan. Pernyataan tertulis enam kali, tiga kali peringatan keras dan 33 kali peringatan lisan," ujar Subrata.
Baca juga: Industri Konten Palsu Ancam Kebebasan Pers
Sementara, Wakil Pemimpin Redaksi Tempo saat itu, Fikri Jufri, mengaku baru mengetahui informasi pencabutan SIUPP dari media Antara.
Dalam jumpa pers, Fikri tidak menyangka tindakan yang diambil pemerintah sedemikian keras.
Fikri membantah bahwa pemerintah telah memperingatkan Tempo beberapa kali sebelum melakukan pembredelan.
"Dari mana dihitungnya, apa sejak Tempo terbit?" katanya.
Ia juga menerangkan bahwa dalam UU Pokok Pers dijelaskan tidak ada lagi pembredelan. Bagi Fikri, sebaiknya polemik tersebut diselesaikan lewat peradilan.
Dalam pandangan Fikri, pemberedelan yang dilakukan pemerintah membawa akibat tersendiri bagi Tempo, sebab banyak rakyat kecil yang bergantung pada perusahaan tersebut, seperti tenaga distribusi atau agen koran.
"Kita ini termasuk yang padat karya, minimal 450 orang bernaung di Tempo. Tentunya ini harus dipikirkan. Kita harus ikat pinggang lebih keras. Apa nggak ada cara lain," ungkapnya.
Sementara itu puluhan wartawan dalam maupun luar negeri memenuhi kantor Tempo begitu mendengar pemerintah melakukan pembredelan.
Baca juga: Dewan Pers Minta 19 Pasal dalam RKUHP yang Mengancam Kebebasan Pers Dihapus
Redaksi Tempo mengadakan rapat dengan beberapa pihak, hadir dalam rapat tersebut beberapa tokoh seperti aktivis hak asasi manusia Todung Mulya Lubis dan Ketua Dewan Pengurus YLBHI saat itu, Adnan Buyung Nasution.
Selain Tempo, ada dua media lain yang dibredel yakni Majalah Detik dan Editor, karena dianggap melakukan kesalahan administratif.
Setelah dibredel pada 21 Juni 1994, Majalah Tempo kembali terbit pada 6 Oktober 1998.