KOMPAS.com - Masjid di antara deretan ruko Jalan Lautze, Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat, terlihat begitu mencolok. Temboknya didominasi warna merah dan kuning.
Arsitektur bangunannya menyerupai pagoda. Selain itu, bagian atap tidak berbentuk kubah, seperti masjid pada umumnya yang memiliki simbol bintang dan bulan sabit.
Bentuk pintu masjid mirip dengan gerbang kelenteng yang tinggi dan terbuat dari kayu tebal. Pada langit-langit dekat pintu masuk terdapat ornamen lampion.
Masjid Lautze tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi wadah bagi warga keturunan Tionghoa untuk mempelajari agama Islam.
Karena itu, bangunan masjid didesain bercorak budaya Tionghoa agar mereka yang ingin belajar Islam tidak merasa asing dan nyaman.
Namun, bentuk bangunan masjid ketika baru diresmikan pada 1994 tidak seperti sekarang. Corak khas Tionghoa tidak terlihat mencolok pada bagian luarnya.
Identitas budaya Tionghoa mulai tampak pada era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Mantan Ketua Umum PBNU itu menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina.
Keputusan tersebut menjadi dasar bagi warga Tionghoa mengekspresikan kebudayaan dan kebebasan menjalankan agamanya.
Bagaimana kisah berdirinya Masjid Lautze dan jejak pembauran muslim Tionghoa? Simak artikel selengkapnya di JEO Kompas.com, "Jejak Pembauran Tionghoa di Masjid Lautze".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.