KOMPAS.com - Sudah 56 tahun berlalu sejak Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar dikeluarkan dan ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966.
Surat ini berisi mandat dari Presiden Soekarno kepada Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan pemerintahan di situasi politik yang tidak stabil pada masa itu.
Berbekal surat "sakti" itu, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dituding sebagai dalang di balik peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965 (G30S).
Tak hanya itu, Supersemar juga memiliki peran penting sebagai alat legitimasi suksesi kepemimpinan negara dari Presiden Soekarno ke Menpangad Letjen Soeharto.
Baca juga: Kelahiran Supersemar dan Polemik yang Menyertainya...
Namun hingga saat ini, setidaknya masih ada dua misteri terkait Supersemar yang belum ditemukan jawaban atau titik terangnya.
Pertama, soal keberadaan dokumen asli Supersemar. Kedua, tudingan bahwa Presiden Soekarno menandatangani surat itu dalam keadaan tertekan dan ditodong pistol.
Meski memegang peran penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, namun hingga saat ini dokumen asli dari Supersemar masih belum ditemukan.
Pemberitaan Kompas.com pada 11 Maret 2016 menulis, tiga naskah Supersemar yang disimpan dalam brankas Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dipastikan tidak autentik alias palsu.
Kepastian bahwa naskah-naskah itu palsu diperoleh setelah dilakukan uji forensik di Laboratorium Polri pada 2012 silam.
Mantan Kepala ANRI, M Asichin mengatakan, pencarian naskah autentik Supersemar mulai gencar dilakukan pada tahun 2000.
Baca juga: Berburu Naskah Asli Supersemar...
Asichin menuturkan, ANRI bahkan sempat membentuk Tim Khusus Penelusuran Arsip Supersemar pada 2001.
Tugas tim tersebut adalah melakukan pendekatan personal kepada orang-orang yang diduga mengetahui keberadaan naskah Supersemar.
Beberapa orang yang diwawancarai tim khusus itu, yaitu Soekardjo Wilardjito yang merupakan mantan pengawal Istana Bogor; Abdul Kadir Besar, mantan Sekum MPRS; Mursalin Daeng Mamanggung, mantan Anggota DPRGR utusan AL; dan Yatijan mantan Menteri Maritim.
Namun, wawancara itu tidak membuahkan hasil. Orang-orang tersebut tidak mengetahui keberadaan Supersemar.
Baca juga: Jelang Lahirnya Supersemar, Soekarno Ketakutan Istana Dikepung Pasukan Liar
Tim serupa juga pernah dibentuk pada 2003. Tugasnya juga sama.
Asichin mengatakan, tim sampai 'mengubek-ubek' kantor arsip Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Namun, dokumen Supersemar belum juga ditemukan.
Penelusuran Supersemar masih dilanjutkan hingga bertahun-tahun berikutnya, tetapi hasilnya masih sama saja: nihil.