Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Kompas.com - 13/05/2024, 14:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komunitas orang tuli Indonesian Deaf-Hard Of Hearing Law and Advocacy (IDHOLA) melaporkan komika Gerallio atas pembuatan konten yang diduga melecehkan bahasa isyarat.

Laporan tersebut dilayangkan oleh IDHOLA ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat (10/5/2024).

Komika asal Subang bernama Gerallio atau Gerall Saprilla dilaporkan karena sebuah video yang menampilkan dirinya menunjukkan gestur seperti bahasa isyarat orang tuli saat mewawancarai orang lain.

Padahal, gestur tersebut bukan bahasa isyarat. Gerallio juga dapat berbicara dengan normal dalam video tersebut.

Baca juga: Mengenal Bahasa Isyarat untuk Komunikasi dengan Teman Tuli di Indonesia


Video dugaan pelecehan bahasa isyarat ini viral di media sosial usai diunggah seorang juru bahasa isyarat Abdul Azis lewat akun media sosial X @pikiping, Sabtu (11/5/2024).

"Komunitas Tuli sudah melapor ke kepolisian dan sedang diproses hukum ttg ini 'pelecehan bahasa isyarat'," tulisnya.

Namun, video dalam akun TikTok Gerallio tersebut kini telah dihapus.

Baca juga: Viral Video Cahaya di Langit Yogya, Benarkah Ada Meteor yang Jatuh?

Alasan komika dilaporkan komunitas tuli

Ketua komunitas tuli IDHOLA, M Andika Panji mengungkapkan, pihaknya melaporkan Gerallio ke Polres Metro Jakarta Selatan atas tuduhan pidana pencemaran nama naik dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik.

Ini tercantum dalam Pasal 157 (1) Jo. 310 KUHP Jo. Pasal 27 (1) dan (2) UU ITE Jo. Pasal 7 Jo. 144 UU No. 8 Thn 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

"Terlapor telah mem-posting video prank yang menirukan gerakan serupa bahasa isyarat yang tidak ada artinya," tulis Panji dalam keterangan resminya.

Dalam video tersebut, Gerallio yang tidak bisa bahasa isyarat dan tidak tuli menggunakan gerakan isyarat untuk menggoda seorang perempuan. Ketika ketahuan bisa bicara, dia juga mengaku gerakan tersebut merupakan bahasa isyarat.

Unggahan video itu, tidak segera Gerallio hapus dalam waktu 24 jam meskipun menyinggung orang tuli. Sebaliknya, video itu viral dan beredar di berbagai platform media sosial.

"Kami hendak menyoroti pentingnya pengakuan dan perlindungan hukum terhadap bahasa isyarat dan komunitas tuli, serta menggali kaitannya dengan konten video yang merendahkan," lanjut dia.

Baca juga: Cerita Teman Tuli di Tengah Pandemi: Aku Yakin, Masih Ada Jalan untuk Berkomunikasi...

Komunitas tuli kerap menjadi korban ketidakadilan

Panji menuturkan, laporan ke polisi dibuat karena komunitas tuli kerap menjadi korban perlakuan tidak adil dan direndahkan saat menggunakan bahasa isyarat. Padahal, bahasa isyarat menjadi alat komunikasi utama mereka.

"Penghinaan terhadap bahasa isyarat bukan hanya serangan terhadap identitas budaya dan linguistik komunitas tuli, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi mereka untuk menggunakan bahasa pilihan mereka," lanjut dia.

Pihaknya yakin, konten semacam video itu akan menciptakan lingkungan tak ramah dan tak inklusif bagi orang tuli, sehingga melanggar kesetaraan Hak Asasi Manusia (HAM).

Selain itu, diskriminasi linguistik terhadap bahasa isyarat dianggap melanggar HAM berupa hak menggunakan bahasa atau sistem komunikasi yang diakui secara internasional.

Tak hanya menyakiti orang tuli secara emosional dan psikologis, konten tersebut dinilai meningkatkan stigma dan diskriminasi terhadap mereka saat hidup sehari-hari.

"Perlindungan hukum terhadap bahasa isyarat dan komunitas tuli merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa HAM mereka diakui dan dihormati secara penuh oleh masyarakat dan negara," imbuh Panji.

Baca juga: Viral Video Akad Nikah dengan Bahasa Isyarat, Ini Kisahnya...

Bahasa isyarat dilindungi hukum

Di sisi lain, Panji menekankan bahwa penggunaan bahasa isyarat dilindungi oleh hukum sebagai hak berbahasa dalam HAM.

Ini tercantum dalam UUD 1945, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, UU Nomor 19 tahun 2011 tentang Ratifikasi dari Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Terkait laporan atas Gerallio, pihaknya menggunakan tuntutan atas penghinaan terhadap penggunaan bahasa isyarat.

"Pemilihan pasal yang digunakan dilakukan oleh pihak kepolisian yang menerima laporan kami. Kami hanya berfokus untuk menuntut dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas," terangnya.

Atas kejadian ini, Panji mewakili komunitas tuli mendesak pihak kepolisian bertindak tegas terhadap pelaku penghinaan bahasa isyarat sesuai hukum yang berlaku.

"Kami juga mengajak masyarakat Indonesia untuk ikut serta bersatu dalam menolak segala bentuk diskriminasi dan penghinaan terhadap komunitas tuli," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com