Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warganet Keluhkan Sering Sakit Usai Vaksin AstraZeneca, Epidemiolog: Vaksin Tak Bikin Rentan Sakit

Kompas.com - 03/05/2024, 19:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lini media sosial tengah diramaikan dengan pemberitaan yang menyebutkan bahwa pemberian vaksin AstraZeneca dapat menyebabkan efek samping.

Bahkan, beberapa warganet mengeluhkan, mereka menjadi lebih rentan mengalami beberapa penyakit dan alergi, yang sebelumnya tidak pernah dirasakan.

Unggahan tersebut dimuat di akun X (Twitter) @tanyakanrl, Kamis (2/5/2024).

"Aku disuntik vaks1* AZ, emang jadi sensitif sihh. sekarang kyk banyak alerginya, sebelumnya tuh gak pernah. Kalau kalian, efek samping dari vaks1* astrazeneca apa guys?" tulisnya.

Unggahan tersebut bahkan sudah mendapatkan lebih dari 700 komentar dari warganet. Beberapa di antaranya menyatakan hal serupa dengan pengunggah.

"Gua jadi gampang sakit, loyo, dan jompo," tulis akun @gioshxt.

"Waduh terus gimana dong, sekarang gue gampang pusing, dan pegel pegel," tulis akun @seIenophile_.

Baca juga: Vaksin Covid-19 AstraZeneca Punya Efek Samping TTS, Apa Itu?


Efek samping langka vaksin AstraZeneca

Perusahaan farmasi AstraZeneca sendiri dalam dokumen pengadilannya mengakui bahwa vaksin Covid-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping langka.

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (30/4/2024), kasus pertama yang terjadi akibat vaksin AstraZeneca diangkat pada 2023 oleh Jamie Scoot.

Jamie Scoot adalah ayah dua anak yang mengalami cedera otak permanen lantaran pembekuan darah serta pendarahan di otak, usai menerima vaksin pada April 2021. Meski demikian, AstraZeneca menentang klaim tersebut.

Akan tetapi, dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi di Inggris pada Februari 2024 disebutkan bahwa vaksin AstraZeneca dapat menyebabkan thrombosis thrombocytopenia syndrome (TTS).

"Diakui bahwa vaksin AZ, dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan TTS. Mekanisme alasannya tidak diketahui," tulis AstraZeneca.

"Lebih jauh lagi, TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apa pun). Penyebab dalam setiap kasus individu akan bergantung pada bukti ahli," lanjutnya.

TTS atau sindrom trombosis dengan trombositopenia adalah masalah kesehatan yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta jumlah trombosit darah rendah.

Baca juga: Ada Efek Samping Langka, Bagaimana Nasib Orang yang Sudah Disuntik Vaksin AstraZeneca?

Penjelasan pakar

Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa vaksinasi Covid-19, termasuk AstraZeneca, tidak menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap penyakit.

"Tidak benar bahwa pemberian vaksin Covid akhirnya membuat orang sering sakit atau lebih rentan sakit," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/5/2024).

Ia menambahkan, justru yang harus dipahami bahwa ketika seseorang sudah pernah terinfeksi Covid-19, bahkan lebih dari dua kali, maka mereka memang akan lebih rentan sakit.

Oleh karena itu, Dicky menegaskan bahwa manfaat pemberian vaksin jauh lebih besar dibandingan dengan risiko atau efek samping yang mungkin ditimbulkan.

Meski demikian, ia tak membantah bila vaksin AstraZeneca dapat menyebabkan efek samping serius, berupa TTS.

Akan tetapi, menurut dia, efek samping TTS akibat vaksinasi Covid-19 merupakan kondisi langka.

Artinya, kasus tersebut jarang terjadi dan tak dialami oleh semua penerima vaksin AstraZeneca.

Baca juga: AstraZeneca Akui Ada Efek Samping Langka pada Vaksinnya, Ahli dan Kemenkes Buka Suara

Belum ditemukan kasus TTS di Indonesia akibat vaksin

Dicky menjelaskan, TTS terjadi saat terdapat pembekuan darah yang tidak biasa, yang disebut trombosis. Kondisi ini juga disertai dengan penurunan jumlah trombosit atau disebut dengan trombositopenia.

Kondisi pada kasus-kasus tertentu tersebut dapat menyebabkan pembekuan darah yang serius, bahkan mengancam nyawa.

Meski begitu, Dicky mengatakan, sampai saat ini belum ada kasus TTS ataupun kasus lain yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca di Indonesia.

"Kalau berbicara terkait kasus TTS akibat vaksin AstraZeneca di Indonesia tentu kita harus merujuk pada laporan pemerintah. Namun, sejauh ini belum ada kasus yang dilaporkan terkait efek samping vaksin AstraZeneca," jelasnya.

Namun ia menilai, kasus TTS ataupun kasus akibat vaksin AstraZeneca belum ditemukan di Indonesia disebabkan banyak faktor, mulai dari kurangnya deteksi, kesadaran, kewaspadaan, dan literasi yang lemah.

"Faktor lainnya, karena kalaupun ada (orang yang mengalami efek samping vaksin) gejalanya ringan. Tapi menurut saya tetap ada, karena penerima vaksin AstraZeneca di Indonesia sudah lebih dari 50 juta," imbuhnya.

Baca juga: Sosok Carina Joe, Penemu Vaksin AstraZeneca Asal Indonesia yang Disebut Ganjar Saat Debat Capres

Risiko vaksin AstraZeneca dinilai sangat kecil

Dicky mengungkapkan, biasanya gejala tersebut muncul dalam dua minggu atau kurang dari satu bulan pasca penyuntikan atau vaksinasi.

Artinya, bila seseorang sudah disuntik vaksinasi lebih dari satu bulan atau bahkan sudah berbulan-bulan lamanya, maka efek samping atau dampaknya sudah tidak ada atau sudah sangat kecil kemungkinannya.

"Karena TTS itu bukan hanya karena vaksin saja, tapi bisa karena faktor lainnya. Jadi, pasca vaksinasi, yang harus diperhatikan dalam satu hingga dua minggu setelahnya, paling maksimal 3 minggu apabila memiliki gejala," terang dia.

Ia melanjutkan, gejala tersebut terutama bila seseorang mengalami penyumbatan darah dalam bentuk napas pendek, nyeri dada, ada bengkak di kaki, atau nyeri perut yang terus-menerus atau menetap.

Selain itu, beberapa kasus lainnya juga menyebabkan gejala neurologis seperti nyeri kepala hebat, penglihatan kabur, gangguan di kulit seperti bercak terutama di lokasi vaksinasi setelah beberapa hari.

"Adapun bila tanda atau gejala yang muncul di luar waktu tersebut (lebih dari satu bulan), maka harus dicari penyebab lainnya," tegasnya.

Di sisi lain, risiko terjadinya TTS pada orang yang menerima dosis pertama AstraZeneca cenderung kecil, sekitar 8,1 kasus per 1 juta penerima vaksin.

Adapun setelah suntikan dosis kedua, risikonya menurun menjadi 2,3 kasus per 1 juta penerima vaksin AstraZeneca.

Masyarakat yang sempat menerima dosis jenis vaksin ini juga tak perlu khawatir karena risiko efek samping langka akan menurun seiring berjalannya waktu.

"Apalagi bila penerima vaksin sudah lebih dari satu bulan, tiga bulan, atau satu tahun, maka kondisi kesehatan tersebut dikaitkan dengan penyebab lain, dan bukan karena vaksinasi," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

23 Kata Tertua di Dunia yang Sudah Berusia 15.000 Tahun, Beberapa Masih Digunakan hingga Kini

23 Kata Tertua di Dunia yang Sudah Berusia 15.000 Tahun, Beberapa Masih Digunakan hingga Kini

Tren
5 Destinasi Wisata Dunia Khusus Pria, Wanita Dilarang Masuk

5 Destinasi Wisata Dunia Khusus Pria, Wanita Dilarang Masuk

Tren
5 Teleskop Terbesar di Dunia, Ada yang Diameternya Mencapai 500 Meter

5 Teleskop Terbesar di Dunia, Ada yang Diameternya Mencapai 500 Meter

Tren
11 Tanda Seseorang Mengalami Demensia, Salah Satunya Melupakan Nama Teman Dekat

11 Tanda Seseorang Mengalami Demensia, Salah Satunya Melupakan Nama Teman Dekat

Tren
Ramai soal Menantu Anwar Usman Ditunjuk Jadi Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, Pertamina: 'Track Record' Baik

Ramai soal Menantu Anwar Usman Ditunjuk Jadi Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, Pertamina: "Track Record" Baik

Tren
Pertama Kali di Dunia, Hiu Macan Muntahkan Ekidna, Mamalia Berduri Mirip Landak

Pertama Kali di Dunia, Hiu Macan Muntahkan Ekidna, Mamalia Berduri Mirip Landak

Tren
Ramai soal Besaran Iuran BPJS Kesehatan Akan Disesuaikan dengan Gaji per Juli, Ini Faktanya

Ramai soal Besaran Iuran BPJS Kesehatan Akan Disesuaikan dengan Gaji per Juli, Ini Faktanya

Tren
Peneliti: Virus Covid-19 Dapat Bertahan dalam Sperma Selama Berbulan-bulan sejak Terinfeksi

Peneliti: Virus Covid-19 Dapat Bertahan dalam Sperma Selama Berbulan-bulan sejak Terinfeksi

Tren
Benarkah Air Tebu Akan Basi 15 Menit Setelah Diperas? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Benarkah Air Tebu Akan Basi 15 Menit Setelah Diperas? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Apakah BPJS Kesehatan Menanggung Biaya Pengobatan dan Cabut Gigi Bungsu?

Apakah BPJS Kesehatan Menanggung Biaya Pengobatan dan Cabut Gigi Bungsu?

Tren
Apa Itu Pupuk Kompos? Berikut Manfaatnya bagi Tanah dan Tanaman

Apa Itu Pupuk Kompos? Berikut Manfaatnya bagi Tanah dan Tanaman

Tren
Usai Menyesal, Menteri Basuki Klarifikasi Tapera Ditunda dan Bakal Lapor Jokowi

Usai Menyesal, Menteri Basuki Klarifikasi Tapera Ditunda dan Bakal Lapor Jokowi

Tren
Nasib Mahasiswa UM Palembang Pelaku Plagiat Skripsi, Gagal Wisuda dan Diskors

Nasib Mahasiswa UM Palembang Pelaku Plagiat Skripsi, Gagal Wisuda dan Diskors

Tren
Air Terjun di China Tuai Protes karena Mengalir dari Pipa Buatan Manusia

Air Terjun di China Tuai Protes karena Mengalir dari Pipa Buatan Manusia

Tren
Suntik KB pada Kucing Disebut Bisa Picu Kanker, Benarkah?

Suntik KB pada Kucing Disebut Bisa Picu Kanker, Benarkah?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com