Lebih lanjut Guswanto menjelaskan terkait penyebab gelombang panas yang terjadi di beberapa negara di Asia, terutama Asia Selatan dan Asia Tenggara bagian utara.
Ia menyebut, gelombang panas itu akibat dari terbentuknya pusat tekanan tinggi di atmosfer atas (lebih dari tiga kilometer) yang membuat udara panas terdiam di titik itu dalam waktu lama, harian, hingga mingguan.
"Udara panas bertekanan tinggi ini pun kemudian turun, memanaskan udara di permukaan secara adiabatik. Kejadian ini jamak dikontrol oleh pola arus jet (jetstream) dan gelombang Rossby," jelas dia.
Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, Guswanto mengatakan, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.
Selanjutnya, pusat tekanan atmosfer tinggi itu menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalilr masuk ke area tersebut.
"Kemudian posisi Matahari yang berada di Bagian Bumi Utara (BBU), menyebabkan wilayah-wilayah Asia khususnya Asia Selatan mendapatkan penyinaran Matahari yang maskimum, sehingga suhu di wilayah tersebut akan terus meningkat," terang Guswanto
Tak hanya itu, ketika suhu air laut meningkat secara signifikan, hal tersebut juga dapat memengaruhi iklim daratan di sekitarnya.
Kemudian, perubahan suhu air laut dapat memengaruhi pola angin, menyeret massa udara hangat ke daratan, yang kemudian menyebabkan peningkatan suhu di wilayah tersebut.
Selain itu, kata Guswanto, suhu air laut yang lebih tinggi juga dapat menyebabkan penguapan yang lebih besar, meningkatkan kelembapan udara, yang pada gilirannya dapat memperkuat efek panas di daratan.
"Secara Klimatologis, suhu udara tertinggi bulanan terjadi pada Bulan April, Mei, Juni untuk wilayah Asia, kemudian ketika pada saat bulan April, Mei, Juni Enso berada pada fase El-Nino," ucap dia.
"Sehingga, hal ini akan berdampak suhu udara akan bertambah panas atau meningkat (Indeks ENSO sebesar+0.93, El Nino lemah)," imbuhnya.
Baca juga: Thailand Dilanda Suhu Panas, Dilaporkan 30 Orang Meninggal Dunia akibat Heat Stroke
Berdasarkan data suhu, anomali suhu udara secara global pada tahun 2024 lebih besar dibandingkan tahun 2023.
Guswanto memberikan contoh pada Januari, Februari, Maret 2023 sebesar 1,4 derajat C, 1,58 derajat C, dan 1,66 derajat C.
Sedangkan pada Januari, Februari, Maret 2024 suhu berada di sekitar 1,89 derajat C, 2,07 derajat C, dan 2,08 derajat C.
"Anomali suhu udara yang bertambah besar ini menunjukkan bahwa suhu udara semakin panas," tambah Guswanto.