Namun, saat ini, dissenting opinion dicantumkan sebagai bagian yang tidak terpisah dari putusan.
Penyampaian dissenting opinion dalam suatu putusan sejatinya sudah dilakukan hakim konstitusi sejak permulaan MK berdiri.
Awalnya, terdapat kekhawatiran jika pengumuman dissenting opinion secara terbuka akan memperlihatkan bahwa putusan tidak memiliki otoritas dan argumentasi yang kuat serta menunjukkan adanya ketidakstabilan putusan yang dikeluarkan.
Akan tetapi, berjalannya waktu, praktik pemuatan alasan dan pendapat berbeda tersebut justru dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap MK.
Baca juga: Soal “Dissenting Opinion” Putusan Sengketa Pilpres, Pakar Singgung Politik 2 Kaki
Untuk diketahui, dissenting opinion adalah hal baru dalam sistem hukum di Indonesia. Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental sehingga asing dengan istilah dissenting opinion.
Saat kali pertama lahir, dissenting opinion tidak mempunyai landasan yuridis formal karena praktik hakim yang berkembang.
Pertama kalinya dissenting opinion memiliki landasan yuridis di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan sudah ada ada lima putusan pengadilan niaga yang memuat dissenting opinion.
Pengaturan dissenting opinion selanjutnya terdapat dalam 2 Undang-Undang bidang Kehakiman yaitu Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 19 ayat (4) dan ayat (5) mengatur tentang dissenting opinion yaitu pada Ayat (4).
Dijelaskan bahwa di dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
Pada ayat (5) dijelaskan, dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dissenting opinion diatur dalam ketentuan Pasal 30 ayat (3) dan (4) sebagai berikut:
Pasal 30 ayat (2) menggariskan, dalam musyawarah pengambilan putusan setiap Hakim Agung wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
Pada ayat (3) ditambahkan bahwa dalam hal musyawarah tidak dicapai mufakat bulat, pendapat Hakim Agung yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
Baca juga: Yusril: 3 Hakim Tak Singgung Diskualifikasi dalam Dissenting Opinion, Pencalonan Gibran Sah
Dikutip dari jurnal Kedudukan Dissenting Opinion sebagai Upaya Kebebasan Hakim untuk Mencari Keadilan di Indonesia karya Hangga Prajatama, dissenting opinion memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
Baca juga: TKN Sebut Prabowo Hormati Dissenting Opinion 3 Hakim MK dalam Sidang Sengketa Pilpres
Masih dilansir dari sumber yang sama, dissenting opinion juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
Setelah menyimak apa itu dissenting opinion, kenali juga kelebihan dan kelemahannya dalam bidang hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.