Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suherman
Analis Data Ilmiah BRIN

Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award

Buku sebagai Kekuatan Budaya

Kompas.com - 04/04/2024, 17:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hari ini, dunia sedang mengagumi sosok bernama Elon Musk, yang dijuluki Leonardo Da Vinci abad 21.

Industrialis jenius nan kaya raya ini mengawali kariernya dengan kesenangan membaca buku yang sudah tertanam sejak kecil. Dia terbiasa membaca buku 10 jam per hari dan menamatkan dua judul buku tiap pekan.

Kalau kita bertanya kepada orang-orang besar, pasti mereka mempunyai buku yang telah mengubah arah hidupnya atau dianggap telah memantik arah pikirannya.

Dalam hal ini, alangkah benarnya apa yang dikatakan oleh Barbara Tuchman (1989) bahwa "buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku sejarah diam, sastra bungkam, sains lumpuh, pemikiran macet. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, mercusuar yang dipancangkan di samudera waktu. Tidak ada buku tidak ada peradaban. Tanpa buku dunia ini beku."

Menyepelekan buku terlalu besar taruhannya bagi eksistensi bangsa ini. Maka, perhatikanlah, tanpa buku dunia akademik tidak lagi menjadi wahana pencerahan untuk mencari ilmu pengetahuan, tetapi hanya menjadi pabrik ijazah.

Identitas didewa-dewakan, tetapi kapasitas dinistakan, akhirnya lahirlah dari mulai sarjana pengangguran sampai pada profesor devaluatif.

Lembaga-lembaga riset seperti autis terhadap realitas dan hasil riset hanya menjadi paper yang menumpuk di laci para peneliti. Dunia penelitian berubah menjadi “pabrik makalah” yang banyak melahirkan masalah daripada inovasi atau solusi.

Kini banyak pejabat, akademis, dan politisi berlomba untuk memburu titel atau gelar-gelar akademis, sehingga perguruan tinggi ada yang berubah menjadi semacam supermarket penjual gelar dan ijazah.

Menurut riset justru semakin tiggi gelar, maka akan semakin tergantung kepada pemerintah alias semakin tidak mandiri.

Gelar-gelar akademik yang dahulu sangat berwibawa kini hanya pepesan kosong yang cenderung menipu masyarakat.

Apabila identitas tidak bersanding dengan kapasitas, maka hanya akan melahirkan absurditas. Itu semua terjadi karena manusia Indonesia tidak menghargai buku, tidak membaca buku, malah ada yang antibuku dengan membunuh banyak perpustakaan di lembaganya.

Jangan sekali-kali membiarkan buku! Karena dengan buku bangsa-bangsa besar lahir. Karena dengan buku daya saing bangsa tangguh.

Kata Bung Hatta buku akan membentuk karakter bangsa. Oleh karenanya, menentukan buku apa yang akan dibaca sangatlah penting.

Pesan yang tertulis dalam buku tidaklah bebas nilai, pasti bermuatan ideologi dari penulisnya. Melakukan validasi bahan pustaka pada era liberal seperti sekarang ini bukanlah pekerjaan ringan.

Semua pengarang, baik yang bermoral maupun tidak, bebas mengekspresikan pendapatnya melalui buku.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Tren
Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Tren
Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Tren
KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

Tren
5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

Tren
Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Tren
12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

Tren
Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Tren
Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Tren
Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Tren
Kata 'Duit' Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Kata "Duit" Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Tren
Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Tren
Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Tren
Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tren
Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com