Beberapa saat setelah gempa berakhir, kota ini sudah dalam keadaan kacau dan jatuh banyak korban jiwa. Namun, mimpi buruk tak berakhir di situ.
Sekitar 40-45 menit setelah gempa bumi berakhir, orang-orang yang berkerumun di dermaga untuk menyelamatkan diri menyaksikan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Menurut Davy, air laut tampak mulai surut dan orang-orang mulai berteriak, "Air laut akan masuk, kita semua akan hilang".
Tak lama kemudian, terjadilah tsunami setinggi 20 kaki (6 meter) yang menyapu seluruh garis pantai dan mengalir deras ke Sungai Tagus.
Tsunami ini menyeret ratusan nyawa orang-orang yang berada di kota tersebut, terutama yang berada di dekat pantai.
Dampak dari apa yang sekarang disebut sebagai gempa bumi besar Lisbon sangatlah dahsyat.
Kurang lebih 50.000 orang meninggal dalam peristiwa tersebut, baik terluka karena gempa atau terseret arus tsunami.
Ribuan orang yang masih selamat melarikan diri dari kota setelah kejadian tersebut, terutama karena begitu banyak bangunan dan rumah yang rata dengan tanah.
Bahkan istana kerajaan pun hancur, bersama dengan sejumlah besar materi sejarah dan budaya dalam bentuk seni, sastra, dan arsitektur.
Baca juga: Imbas Gempa M 6,5 Tuban, Perjalanan Kereta Api di Daop 8 Berhenti di Stasiun Terdekat
Menurut penelitian modern, pusat gempa bumi itu terjadi di suatu tempat di laut di sepanjang patahan pada batas lempeng tektonik di Atlantik tengah, meskipun lokasi pastinya masih diperdebatkan.
Tsunami yang meluluhlantakkan Lisbon juga menjalar ke arah barat melintasi Atlantik. Di mana, 10 jam kemudian, gelombang setinggi 13 kaki (4 meter) menghantam Pulau Martinik di Laut Karibia.
Gempa terburuk dari rentetan ketiga gempa tersebut diperkirakan berkekuatan magnitudo 8,5 hingga 9,0. Tetapi tentu saja, ini hanya gambaran kasar mengingat seismologi modern belum ada pada saat itu.
Menurut beberapa peneliti, gempa bumi besar Lisbon dianggap sebagai bencana alam modern pertama yang tercatat di sejarah.
Gempa bumi ini masih menjadi salah satu bencana alam terburuk yang melanda Eropa dalam 500 tahun terakhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.