Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Pemakzulan Presiden, Bagaimana Proses dan Dasar Hukumnya?

Kompas.com - 16/01/2024, 19:45 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Aturan dan tahapan pemakzulan presiden

Presiden dapat dimakzulkan sebagaimana diatur dalam pasal 7A dan 7B UUD 1945.

Adapun bunyi dari pasal 7A UUD 1945 berbunyi: “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

Dari pasal tersebut, syarat pemakzulan Presiden yaitu ketika presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum yang berupa:

  • Pengkhianatan terhadap negara,
  • Korupsi,
  • Penyuapan,
  • Tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
  • Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Adapun usulan awal pemakzulan presiden dapat diusulkan oleh DPR yang tercantum dalam pasal 7B ayat 1UUD NRI 1945 yang berbunyi:

“Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Agung untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghiatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

Usul pemakzulan presiden oleh DPR dinyatakan sah jika memenuhi syarat sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR seperti yang tercantum dalam pasal 7B ayat 3 UUD NRI 1945 yang berbunyi:

“Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.”

Jika sudah memenuhi syarat, selanjutnya Mahkamah Konstitusi (MK) akan meninjau kembali usulan pemakzulan seperti yang tercantum dalam pasal 7B ayat 4 yang berbunyi: “Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil -adilnya
terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.”

Apabila MK memutuskan presiden terbukti melakukan pelanggaran, selanjutnya DPR merumuskan usul pemberhentian Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 7B ayat 5 UUD NRI 1945 yang berbunyi:

“Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk merumuskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.”

Selanjutnya, MPR akan menggelar sidang untuk memutuskan usul dari DPR sebagaimana tercantum dalam pasal 7B ayat 6 yang berbunyi:

“Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.”

Adapun usul tersebut menjadi sebuah putusan apabila dihadiri sekurang-kurangnya ¾ jumlah anggota MPR dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir seperti yang tercantum dalam pasal 7B ayat 7 UUD NRI 1945 yang berbunyi:

“Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat.”

Baca juga: Seruan Pemakzulan Muncul, Bisakah Trump Dicopot Sebelum Jabatannya Berakhir pada 20 Januari?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com