Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Berkelanjutan Nisbimologi

Kompas.com - 13/01/2024, 18:51 WIB
Jaya Suprana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

SEBAGAI seorang insan warga Indonesia berbahasa Indonesia adalah wajar bahwa secara subyektif saya lebih nyaman menggunakan istilah nisbimologi ketimbang relativisme apalagi sebenarnya para mahapemikir juga belum berhasil sepakat dalam hal takrif atas relativisme itu sendiri.

Ketertarikan para pemikir pada nisbimologi sebagai doktrin filosofis sudah menggeliat sejak zaman Yunani kuno, maka para pemikir Jawa senantiasa berpegang pada kearifan Ojo Dumeh.

Namun, akhir-akhir ini, nisbimologi juga terbukti populer tidak hanya sebagai posisi filosofis, namun juga sebagai gagasan yang mendasari pandangan normatif etika dan politik.

Pada hakikatnya dagelan atau tragedi yang terjadi di atas panggung politik kekuasaan Indonesia masa kini sangat menarik untuk diterawang dengan lensa nisbimologi.

Tampak jelas bahwa tujuan utama Reformasi menghadirkan demokrasi bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme gagal total.

Kegagalan Orde Reformasi tersirat pada KPK dimanfaatkan senjata penguasa menyandara para lawan politik demi memperkokoh kekuasaan yang sebenarnya sudah mereka kuasai sementara terminologi nepotisme secara eufemistik diganti menjadi politik dinasti.

Di semesta sains, Albert Eintein berhasil menyeret relativisme masuk ke episentrum gempa perdebatan fisika maupun metafisika sambil berlawanan arah dengan Niels Bohr beserta para mahapemikir Kopenhagen.

Sejumlah pertimbangan filosofis serta perkembangan sosio-historis menjelaskan minat yang berkelanjutan terhadap relativisme dan segenap terminologi padanannya.

Data mengenai keragaman sistem kepercayaan, dogma serta kerangka konseptual, dan gaya hidup sering kali digunakan oleh para filsuf dan antropolog untuk memberikan kredibilitas pada argumen filosofis yang mendukung nisbimologi.

Fakta mengenai keberagaman empiris saja tidak terbatas pada nisbimologi, namun sebagai doktrin filosofis, sering kali dianggap sebagai posisi yang wajar untuk diadopsi sehubungan dengan keberagaman empiris, sebagian akibat nisbimologi membantu memahami keberagaman tersebut tanpa perlu mendefinisikannya.

Relativisme deskriptif, sebuah posisi empiris dan metodologis yang diadopsi oleh para antropolog sosial, mengandalkan data etnografi untuk menyoroti minimnya norma, nilai, dan kerangka penjelasan yang disepakati secara universal.

Dari poligami sampai kanibalisme, dari takhayul sampai sains, dari kejujuran sampai ke kecurangan, kita menemukan perbedaan besar antara pandangan masyarakat dan pandangan individu.

Relativisme deskriptif sering digunakan sebagai titik awal polemik filosofis mengenai relativisme pada umumnya dan nisbimologi budaya pada khususnya.

Perbedaan radikal yang diamati antar budaya, menurut pendapat mereka, menunjukkan perlunya penilaian relativistik terhadap sistem nilai dan komitmen konseptual.

Sebaliknya, beberapa penganut paham universal anti-nisbimologi berpendapat bahwa yang mendasari perbedaan individu dan budaya, terdapat beberapa kesamaan inti dalam semua sistem kepercayaan dan pandangan sosio-kultural.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Daftar 19 Operasi yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024

Tren
Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Jasa Raharja Beri Santunan untuk Korban Kecelakaan Maut di Subang, Ini Besarannya

Tren
Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com