Pada 19 Februari 1975, terjadi perubahan kepengurusan di dalam tubuh PDI.
Majelis Pimpinan Pusat menunjuk Sanusi Hardjadinata sebagai Ketua Umum DPP PDI yang baru menggantikan Mohamad Isnaeni yang menduduki jabatan dalam pimpinan MPR/DPR.
Untuk pertama kalinya, Kongres I PDI dilaksanakan di Jakarta dan dibuka langsung oleh Soeharto yang menjabat sebagai presiden saat itu.
Kongres I PDI ini menetapkan Sanusi Hardjadinata sebagai Ketua Umum DPP PDI secara aklamasi.
Namun, dalam kongres ini juga terjadi beberapa konflik internal antartokoh elite partai.
Konflik internal PDI yang bermula dari Kongres I yang terus memunculkan konflik-konflik lainnya.
Rentetan konflik tersebut diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah.
Baca juga: Bobby Diusulkan untuk Dipecat, Ini Alasan PDI-P Tak Lakukan Hal yang Sama pada Gibran
Untuk mengatasi konflik yang terus terjadi, anak kedua dari Soekarno, Megawati Soekarnoputri, didukung untuk menjadi ketua umum (ketum) PDI.
Namun, hal itu sempat mendapat pertentangan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.
Namun, pada Kongres Luar Biasa (KLB) yang diselenggarakan di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur pada 2-6 Desember 1993, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum DPP PDI 1993–1998.
Dia dikukuhkan di Musyawarah Nasional (Munas) PDI yang digelar pada 22-23 Desember 1993 di Jakarta.
Konflik internal kembali terjadi hingga diadakan kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan.
Pada 20 Juni 1996, pendukung Megawati melakukan unjuk rasa yang berujung bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.
Konflik semakin parah ketika pemerintah Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto mengukuhkan Soerjadi sebagai Ketum DPP PDI pada 15 Juli 1996.
Akibatnya, pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996.
Saat itu, muncul rombongan berkaus merah kubu Soerjadi, dan terjadi bentrok dengan kubu Megawati. Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.
Baca juga: Karier Politik Bobby Nasution, Menantu Jokowi yang Berpaling dari PDI-P
Dengan berakhirnya Orde Baru yang ditandai dengan lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998, dukungan Megawati di PDI kembali menguat.
Megawati akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum PDI periode 1998-2003 dalam Kongres ke-V PDI di Denpasar, Bali.
Pada 1 Februari 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan dengan tujuan agar dapat mengikuti Pemilu.
Nama PDI Perjuangan kemudian dideklarasikan beserta lambang baru berupa kepala banteng pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta. Deklarasi itu dihadiri 200 ribu simpatisan.
Baca juga: Karier Politik Bobby Nasution, Menantu Jokowi yang Berpaling dari PDI-P
Sidang Paripurna MPR menjagokan nama Megawati untuk terpilih sebagai Presiden mengingat banyaknya anggota PDI Perjuangan yang duduk di parlemen.
Namun, pada akhirnya Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur terpilih sebagai Presiden menggantikan BJ Habibie dan Megawati menduduki jabatan sebagai Wakil Presiden.
Hasil ini membuat beberapa simpatisan PDI Perjuangan kecewa dan marah, namun Megawati mampu menenangkannya.
Setelah Gus Dur diberhentikan dari jabatannya oleh MPR, Megawati Soekarnoputri naik sebagai Presiden periode 2001–2004 didampingi oleh Wakil Presiden Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan.
Baca juga: Bobby Diusulkan untuk Dipecat, Ini Alasan PDI-P Tak Lakukan Hal yang Sama pada Gibran
Pada Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat pada 2004, Megawati kembali maju didampingi dengan Hasyim Muzadi
Pasangan itu berada di urutan kedua di bawah pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Namun, karena calon pasangan masih belum memenuhi persyaratan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, dua pasangan teratas akan dipilih kembali dalam Pemilu Presiden putaran kedua.
Hasilnya, Megawati-Hasyim Muzadi harus mengakui keunggulan dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pada 2014, Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan mengajukan nama Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan kader partai untuk maju sebagai calon Presiden periode 2014–2019.
Pasangan calon Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla mampu mengalahkan pasangan Prabowo Subianto–Hatta Rajasa dan menjadi presiden untuk masa periode 2014-2019.
PDI-P kembali mengusung Jokowi pada Pilpres 2019 yang dipasangkan dengan Ma'ruf Amin.
Jokowi-Ma'ruf berhasil unggul dari lawannya Prabowo-Sandiaga sehingga kembali menjabat sebagai presiden periode 2019-2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.