Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosok Goenawan Mohamad yang Menangis Saat Ungkapkan Kekecewaan terhadap Jokowi

Kompas.com - 04/11/2023, 14:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

Namun, karena perhatiannya lebih tertarik pada masalah masyarakat, kebudayaan, dan sastra, ia tidak pernah memperoleh gelar dari pendidikan tingginya itu.

Dia kemudian menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memperoleh dua orang anak, yaitu Hidayat Jati dan Paramitha.

Baca juga: Siapa Panda Nababan yang Minta Gibran Duduk di Sebelahnya Usai Sebut Anak Ingusan?

Goenawan Mohamad dan karyanya

Goenawan dikenal sebagai penyair terkemuka di Indonesia. Dia memiliki karya puisi yang berlimpah sehingga namanya cukup diperhitungkan dalam kancah sastra Indonesia.

Selain penyair, Goenawan juga dikenal sebagai pemikir. Dia merupakan kritikus sastra dan penulis esai.

Debut karyanya lahir saat Goenawan masih bersekolah di tingkat SMA. Dia menerjemahkan sajak Emily Dickinson yang dimuat di Harian Abadi pada 1960-an.

Karyanya berhasil mengisi rubrik kebudayaan Harian Abadi bersama dengan penyair lainnya, seperti Taufiq Ismail, M. Syaribi Afn, Armaya, dan Djamil Suherman.

Sejumlah buku puisi yang sudah diterbitkannya, di antaranya Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).

Baca juga: Mengenal Salvator Mundi, Lukisan Paling Kontroversial Karya Leonardo da Vinci

Selain menulis puisi, Goenawan Mohamad juga seorang esias. Selama tiga puluh tahun, dia mengisi kolom Catatan Pinggir di majalah Tempo yang makin mengukuhkan dirinya sebagai penulis esai terpandang.

Kumpulan esai pertamanya berjudul Potret Penyair Muda sebagai si Malin Kundang yang diterbitkan pada 1972 oleh Pustaka Jaya.

Pada 1980, penerbit Sinar Harapan menerbitkan kumpulan esai yang kedua dengan judul Seks, Sastra, dan Kita. Kumpulan esai ketiga berjudul Kesusastraan dan Kekuasaan diterbitkan oleh Pustaka Firdaus pada 1993.

Pada 2002, terbit esai-esai lainnya karya Goenawan. Pada 2005 Alvabet menerbitkan kumpulan esainya yang berjudul Setelah Revolusi Tak Ada Lagi.

Kumpulan sajaknya terbarunya adalah Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai terbit pada 2007.

Baca juga: Belajar Arti Kehidupan dari Karya Sastra

Karier Goenawan Mohamad

Selain menulis puisi dan esai, Goenawan juga merintisi karier di dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan Harian Kami pada 1966.

Dia kemudian ikut mendirikan dan memimpin redaksi majalah Ekspres pada 1970—1971.

Gonawan juga tercatat pernah menjadi pemimpin redaksi Tempo sejak 1971—1998 dan majalah Zaman pada 1979—1985.

Baca juga: Perjalanan Karier Lala Bohang, dari Arsitek hingga Jadi Penulis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com